Mengenai
video [Penjelasan TG Dato Dr Haron Din mengenai Amalan Syiah di Malaysia]
Assalamu
‘laikum warahmatu Llahi wa barakatuh.
Alhamdulillah,
allazi arsala rasulahu bil huda wa deeni il haq liyudzhirahu ala addini kullih
wakafa bi Llahi syahida. Alluhumma shalli ‘ala Muhammad wa aalhi at tahirin wa
sallim taslima.
Segala
puji bagi Allah, Yang mengutus dengan al hidayah dan agama yang benar
untuk menzahirkan (memenangkan) atas segala agama dan cukuplah Allah sebagai
saksi. dan Ya Allah muliakanlah (sanjunglah) Muhammad dan keluarganya yang suci
dengan keamanan dan pengiktirafan.Saya telah
membuat komen dan teguran Bhg 3 (untuk minit 4.01–7.12.
Berikut adalah
Isi ucapan TG Dato Dr Haron Din untuk minit 7.12 - 12.20 minit (menurut
pendengaran saya):
Tak pe yang besar-besar yang perlu
anda faham pandangan yang mengatakan kesemua sahabat berpakat menganiayai Ali.
Semua pakat-pakat lupa hadis tu, betul ke? [" لا تَجْتَمِعُ
أُمَّتِي عَلَى ضَلالَةِ "] Umat aku khasnya sahabat
aku tak akan berhimpun, ijamak tak akan berlaku pada perkara yang sesat
[....hadis tak dapat tangkap..] semua sahabat aku udul apa
yang mereka buat betul kamu kena ikut, semua ini mereka tidak pakai,
akhirnya semua sahabat itu kufur. Ali sorang yang... Aisyah yang paling
kufur sekali. Mereka telah menolak ayat Quran yang cukup jelas. Ayat Quran yang
mengatakan,
`tBur
È,Ï%$t±ç
tAqߧ9$# .`ÏB
Ï÷èt/
$tB
tû¨üt6s? ã&s!
3yßgø9$# ôìÎ6Ftur
uöxî
È@Î6y tûüÏZÏB÷sßJø9$# ¾Ï&Îk!uqçR
$tB
4¯<uqs? ¾Ï&Î#óÁçRur zN¨Yygy_ (
ôNuä!$yur #·ÅÁtB ÇÊÊÎÈ
Sesiapa
yang menyusahkan
Rasul selepas dia tahu apa yang benar, dia tidak ikut ijmak (ijmak
sahabat yang paling kuat dikalangan sahabat yang wajib beriman. Kalau tolak
ijmak), dia pilih jalan sesat Allah bagi sesat dekat dia, dan (pada hari
akhirat kelak) Kami akan bakar dia dalam neraka; itulah penghabisan yang cukup
buruk.
Jadi ijmak berlaku dengan hukum
Qur’an, ijmak berlaku sahabat kesemua bersetuju dengan Abu Bakar.
sahabat نثsemua
sebulat suara, Abu Bakar meninggal pilih Umar sahabat semua bersetuju dengan
Uthman lepas daripada Umar dibunuh. Ijmak berlaku. Tapi kesemua ditolak oleh syiah
dan mengatakan kesemuanya itu pengkhianat-pengkhianat Ali. Jika sudah tolak
ijmak dan quran jelas.... dia menolak ijmak yang jelas,[......] ‘Umat aku tidak
akan berijmak, Umat aku tidak akan berijmak perkara yang sesat. Tak
sesat. Kalau sesat bagaimana Ali boleh baiah Abu Bakar.... kamu tolak mana
hadisnya.
Ali tidak pernah berhujjah
dalam hidup dia.. hadis itu. Maka kesimpulan dia, dia telah jauh menyeleweng.
Dia Firqah dhalallah ikut yang kita faham. 12.20
Dakwaan Dr Harun Din:
· ·
[" لا تَجْتَمِعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلالَةِ "] ijamak tak akan berlaku pada
perkara yang sesat
Dakwaan ini senada dengan dakwaan Wahabi yang menuduh orang-orang Syiah beranggapan bahawa para sahabat Nabi murtad. Saya terkejut, kerana sudah sangat lama sekali saya pernah membaca beberapa hadis dari Rasulullah Saw tentang ini. Apakah para “ustadz” atau para “alim” Wahabi itu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu tentang hadis-hadis ini?
· semua
sahabat aku udul (Adil) yang mereka buat betul kamu kena ikut,
· semua sahabat kufur ... Aisyah yang paling kufur sekali.
· Mereka telah menolak ayat Quran yang cukup jelas
· semua sahabat kufur ... Aisyah yang paling kufur sekali.
· Mereka telah menolak ayat Quran yang cukup jelas
Dakwaan ini senada dengan dakwaan Wahabi yang menuduh orang-orang Syiah beranggapan bahawa para sahabat Nabi murtad. Saya terkejut, kerana sudah sangat lama sekali saya pernah membaca beberapa hadis dari Rasulullah Saw tentang ini. Apakah para “ustadz” atau para “alim” Wahabi itu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu tentang hadis-hadis ini?
Sebelum kita membahas permasalahan
yang cukup sensitif ini, saya mohon bacalah dan semaklah tulisan ini secara
saksama dan teliti dan berlapang dada agar tidak terjadi kesalahfahaman yang
berakibat terjadinya kecurigaan yang tidak berasas. Tulisan ini semata-mata
bertujuan untuk mencari tahu
siapa sebenarnya yang mengatakan para sahabat Nabi murtad sepeninggal Nabi Saw.
· · [" لا تَجْتَمِعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلالَةِ "] ijamak tak akan berlaku pada perkara yang sesat
· semua sahabat aku udul (Adil) yang mereka buat betul kamu kena ikut,
· semua sahabat kufur ... Aisyah yang paling kufur sekali.
· semua sahabat kufur ... Aisyah yang paling kufur sekali.
Selama
ini kaum Wahabi menuduh orang-orang Syiah-lah yang melakukan pernyataan itu. Benarkah?
Dari sini kita akan mengetahui seberapa jauh pengetahuan kaum Wahabi terhadap
hadis-hadis yang mereka percayai shahih dan bahkan mutawatir, atau
barangkali mereka justru menyembunyikan hadis-hadis ini, atau paling
tidak, mereka tidak menginformasikannya secara jelas kepada umat Islam.
Siapakah
Sebenarnya Yang Mengatakan Para Sahabat Nabi Murtad? SYIAH KAFIRKAN SAHABAT NABI
SAW ?…..”SESUNGGUHNYA ALLAH TIDAK AKAN MENGUMPULKAN UMATKU DI
ATAS KESESATAN”
1.
Diriwayatkan dari Abdullah bn Mas’ud bahawa Rasulullah Saw Bersabda :“Aku akan
mendahului kalian berada di telaga dan niscaya aku akan bertengakar dengan
beberapa kaum, namun aku dapat mengalahkan mereka lalu aku berkata : Wahai
Tuhanku, tolonglah sahabat-sahabatku. Lantas dikatakan : Sesungguhgnya kamu
tidak tahu apa yang telah mereka perbuat sepeninggalmu.”
Hadis ini diriwayatkan di dalam :
- Shahih Bukhari ,
hadis no. 6089, 6090, 6527.
- Shahih Muslim,
hadis no. 4250
- Ibn Majah, hadis
no. 3048
- Ahmad bin Hanbal
di dalam Musnad-nya, Jil. 1, hlm. 384, 402, 406, 407, 425, 439, 453, 455 dan
Jil. 5 hlm. 387, 393, 400.
Oleh
para ulama hadis Sunni, hadis ini diklasifikasikan sebagai hadis mutawatir.
Bunyi
hadis di atas belum menjelaskan apa yang menyebabkan para sahabat Nabi tidak
ditolong Allah Swt? Mari kita lihat hadis berikut :
2.
Diriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar bahawa Rasulullah Saw bersabda :“Aku
berada di tepi telaga untuk melihat siapa saja di antara kalian yang akan minum
dari telagaku. Dan ada sekelompok manusia yang akan dihalangi lalu aku memohon
: Wahai Tuhanku, mereka adalah sebagian dari diriku, dan termasuk umatku.
Kemudia dikatakan : Tidak tahukah kamu apa yang telah mereka perbuat sesudahmu?
Demi Allah! Mereka (yarji’uuna) langsung kembali kepada kekafiran
sepeninggalmu. Kata seorang perawi, Ibnu Abi Malikah berdoa : “Ya Allah
sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kembali kepada kekafiran
atau dari cobaan terhadap agama kami.”
Hadis
ini menjelaskan dengan tegas dan terang bahawa sebagian besar para sahabat Nabi
Saw langsung berbalik kafir segera setelah Rasulullah Saw. wafat. Hadis ini
diriwayatkan di dalam :
- Shahih Bukhari,
hadis no. 6104.
- Shahih Muslim,
hadis no. 4245.
3.
Diriwayatkan dari Sahal bahawa ia berkata : Aku pernah mendengar bahawa
Rasulullah saw bersabda : “Aku mendahului kalian di telaga (al-Haudl).
Barangsiapa yang sampai di sana tentu ia akan minum dan siapa yang minum tentu
tidak akan merasa dahaga selama-lamanya. Sungguh akan datang kepadaku kaum-kaum
yang aku kenal dan mereka mengenalku kemudian terdapat penghalang antara aku
dan mereka.”
Tentu
tidak boleh dibantah lagi kaum yang mengenal Rasul Saw dan Rasul Saw pun
mengenal mereka adalah para sahabat Nabi. Apalagi kita sudah mengetahui apa
definisi sahabat menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Hadis di atas terdapat di dalam :
- Shahih Bukhari,
hadis no. 6097
- Shahih Muslim,
hadis no. 4243
- Musnad Ahmad bin
Hanbal, Jil. 5, hlm. 333, 339
Jika
Anda masih belum yakin dan belum merasa puas dengan keterangan keterangan
hadis-hadis di atas, mari saya kutip beberapa hadis lagi :
4.
Diriwayatkan dari Usaid bin Hudhair bahawa seseorang lelaki Anshar menemui
Rasulullah Saw lalu bertanya : Apakah engkau tidak ingin mengangkatku
sebagaimana engkau mengangkat si fulan? Rasulullah Saw menjawab : Sesungguhnya
kamu sekalian akan menemui sepeningalku para pemimpin yang egois, maka
bersabarlah samapai kamu menjumpaiku di telaga kelak.”
Siapa
pemimpin yang egois yang dimaksud Rasulullah Saw sepeninggal Rasul Saw? Sekali
lagi ingin saya tekankan bahawa semua hadis di atas diriwayatkan oleh Bukhari
Muslim (Syaikhan) Lihat :
- Shahih Bukhari,
hadis no. 3508, 6533
- Shahih Muslim,
hadis no. 3432
- Shahih Tirmidzi,
hadis no. 2115
- Al-Nasaai, hadis
no. 5288
- Musnad Ahmad bin
Hanbal, Jil. 4, hlm. 351, 352
5.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid : Bahawa Rasulullah saw. membagi-bagikan
harta rampasan perang ketika memenangkan perang Hunain. Beliau memberi
orang-orang yang hendak dibujuk hatinya (orang yang baru masuk Islam). Lalu
sampai berita kepadanya bahawa orang-orang Ansar ingin mendapatkan seperti apa
yang diperoleh oleh mereka. Maka Rasulullah saw. berdiri menyampaikan pidato
kepada mereka. Setelah memuji dan menyanjung Allah, beliau bersabda: Hai
orang-orang Ansar, bukankah aku temukan kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah
menunjuki kalian dengan sebab kau? Bukankah aku temukan kalian dalam keadaan
miskin, lalu Allah membuat kalian kaya dengan sebab aku? Bukankah aku temukan
kalian dalam keadaan terpecah-belah, lalu Allah mempersatukan kalian dengan
sebab aku? orang-orang Ansar menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih berhak
mengungkit-ungkit.
Kemudian
beliau bersabda: Mengapa kalian tidak menjawabku? Mereka berkata: Allah dan
Rasul-Nya lebih berhak mengungkit-ungkit. Beliau bersabda: Kalian boleh saja
berkata begini dan begini pada masalah begini dan begini. (Beliau menyebutkan
beberapa hal. Amru, perawi hadis mengira ia tidak dapat menghafalnya).
Selanjutnya beliau bersabda: Tidakkah kalian rela jika orang lain pergi dengan
membawa kambing-kambing dan unta dan kalian pergi bersama Rasulullah ke tempat
kalian? Orang-orang Ansar itu bagaikan pakaian dalam dan orang lain seperti
pakaian luar (maksudnya orang Ansarlah yang paling dekat di hati Nabi saw.)
Seandainya
tidak ada hijrah, tentu aku adalah salah seorang di antara golongan Ansar.
Seandainya orang-orang melalui lembah dan lereng, tentu aku melalui lembah dan
celah orang-orang Ansar. Kalian pasti akan menemukan keadaan yang tidak disukai
sepeninggalku. Kerana itu, bersabarlah kalian hingga kalian bertemu denganku di
atas telaga (pada hari kiamat).”
Hadis ini juga boleh dijumpai di dalam
kitab :
- Shahih Bukhari, hadis no. 3985, 6704.
- Shahih Muslim, hadis no. 1758
- Musnad Ahmad bin Hanbal, Jil. 4, hlm. 42
6.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahawa Rasulullah saw. menziarahi kuburan lalu
Beliau berdoa, “Semoga keselamatan tetap dilimpahkan kepadamu, hai kaum yang
mukmin dan kami, insya Allah akan menyusulmu.”. Aku senang apabila aku dapat
bertemu dengan saudara-saudaraku. Para sahabat bertanya: Bukankah kami
saudara-saudaramu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Engkau adalah
sahabat-sahabatku, sedang saudaraku adalah orang-orang yang belum datang
setelahku. Mereka bertanya lagi: Bagaimana engkau dapat mengenal umatmu yang
belum datang di masa ini?
Beliau bersabda: Tahukah engkau, seandainya ada seorang lelaki memiliki kuda yang bersinar muka, kaki dan tangannya kemudian kuda itu berada di antara kuda-kuda hitam legam, dapatkah ia mengenali kudanya? Mereka menjawab: Tentu saja dapat, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Sesungguhnya umatku akan datang dengan wajah, kaki dan tangan yang bersinar, bekas wudu. Aku mendahului mereka datang ke telaga. Ingat! Beberapa orang akan dihalang-halangi mendatangi telagaku, sebagaimana unta hilang yang dihalang-halangi. Aku berseru kepada mereka: Kemarilah! Lalu dikatakan: Sesungguhnya mereka telah mengganti (ajaranmu) sesudahmu. Aku berkata: Semoga Allah menjauhkan mereka.”
Beliau bersabda: Tahukah engkau, seandainya ada seorang lelaki memiliki kuda yang bersinar muka, kaki dan tangannya kemudian kuda itu berada di antara kuda-kuda hitam legam, dapatkah ia mengenali kudanya? Mereka menjawab: Tentu saja dapat, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Sesungguhnya umatku akan datang dengan wajah, kaki dan tangan yang bersinar, bekas wudu. Aku mendahului mereka datang ke telaga. Ingat! Beberapa orang akan dihalang-halangi mendatangi telagaku, sebagaimana unta hilang yang dihalang-halangi. Aku berseru kepada mereka: Kemarilah! Lalu dikatakan: Sesungguhnya mereka telah mengganti (ajaranmu) sesudahmu. Aku berkata: Semoga Allah menjauhkan mereka.”
Hadis
ini juga diriwayatkan oleh Syaikhan (Bukhari & Muslim):
- Shahih Bukhari, hadis no. 2194
- Shahih Muslim, hadis no. 367
- Al-Nasaai, hadis no. 150
- Abu Dawud, hadis no. 2818
- Ibn Majah, hadis no. 4296
- Ahmad bin Hanbal, di dalam Musnadnya jil.
2, hlm. 454, 467, 300, 375, 408.
- Malik, di dalam al-Muwatha’-nya , hadis
no. 53.
Dari
seluruh hadis yang saya ungkapkan di sini, siapakah sebenarnya yang
menyatakan bahawa para sahabat Nabi menjadi murtad sepeninggal Nabi Saw?
Siapakah ynag menyatakan semua itu di atas? Siapa? Apakah al-Wahabiyyun
itu tidak pernah membaca hadis-hadis ini?
Saya
pun meyakini bahawa tidak semua sahabat Nabi yang berbalik ke belakang
sepeninggal Rasul Saw, kerana memang ada beberapa sahabat Nabi Saw yang masih
setia berpegang teguh kepada ajaran-ajaran dan wasiat-wasiat Nabi saw. Dari
sini kita juga mengetahui bahawa kaum Wahabi sering berdusta dan meremehkan
hadis-hadis Nabi Saw. Mereka senang menyembunyikan kebenaran, kerana mereka
inilah dajjal-dajjal masa kini! Betapa tidak, mereka mati-matian membela
Kerajaan Saudi Arabia yang sudah banyak diketahui telah menjalin
hubungan mesra dengan AS (Amerika Serikat) si Setan Besar.
Sudah
tidak dapat dibantah lagi fakta-fakta dan data-data tentang kemesraan Dinasti
Saud dan Dinasti Bush. Dan di mana kaum Wahabi? Bukankah mereka hidup
dari cucuran dana Kerajaan Saudi? Di mana ulama Wahabi? Bukankah mereka
berlindung di balik ketiak para raja Saudi? Jadi wajar saja mereka membela
mati-matian sang pengeluar dana. Jika tidak ada Kerajaan Saudi darimana
LPIA boleh hidup? Darimana ustadz-ustadz ini boleh terus berdusta dan menyebar
fitnah terhadap orang-orang Syiah yang memusuhi AS dan Zionis Israel?
Kita
semua tahu para raja Saudi punya hubungan mesra dengan mereka (AS & Zionis
Israel) dan jika kaum Wahabi mendustakan riwayat-riwayat ini maka INGATLAH
hadis Rasulullah Saw lainnya yang diriwayatkan oleh Abu Musa bahawa Nabi Saw
telah bersabda:
”Sesungguhnya perumpamaanku sebagai utusan Allah
adalah seperti seorang lelaki yang mendatangi kaumnya seraya berkata: Wahai kaumku!
Sesungguhnya kau telah melihat dengan mata kepala sendiri sepasukan tentara dan
sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang tidak bersenjata, maka carilah
keselamatan. Sebagian kaumnya ada yang mematuhi lalu pada malam hari mereka
berangkat (menyelamatkan diri) dengan tidak terburu-buru. Sebagian yang lain
mendustakan hingga keesokan paginya mereka masih berada ditempat semula maka
diserbulah mereka oleh pasukan tentara tadi lalu dimusnahkan dan dibantailah
mereka. Itu adalah perumpamaan orang yang patuh kepadaku dan mengikuti ajaran
yang aku bawa serta perumpamaan orang yang durhaka kepadaku dan mendustakan
kebenaran yang aku bawa.”
(Shahih Bukhari & Shahih Muslim)
(Shahih Bukhari & Shahih Muslim)
Mereka
musuh-musuh Ahlulbait as. dan Syi’ah (pengikut setia) tak henti-hentinya menaburkan
fitnah beracun untuk memecah belah wahdatul Islam wal Muslimin/keutuhan
Islam dan kesatuan barisan kaum Muslimin. Demi menjayakan projek besar
musuh-musuh Islam, berbagai cara licik mereka lakukan agar terjadi pertempuran
antara dua puak besar kaum Muslimin yaitu Ahlusunnah dan Syi’ah!
Tuduhan
demi tuduhan palsu tak henti-henti mereka sebar-luaskan, mulai dari menuduh
Syi’ah memiliki Al Qur’an sendiri dan tidak meyakini Al Qur’an kaum Muslimin
hingga menuduh bahawa Syi’ah mengkafirkan seluruh sahabat Nabi saw.
kecuali segelintir saja dari mereka! Untuk melengkapi tuduhan palsu semacam itu
tidak jarang riwayat-riwayat tertentu mereka pelintir kandungannya atau bahkan
teksnya mereka modifikasi agar mendukung kesimpulan mereka.
Khusus
terkait dengan tuduhan bahawa Syi’ah mengkafirkan seluruh sahabat Nabi saw.
kecuali tiga atau lima orang saja, di mana atas dasar tuduhan palsu tersebut
mereka membangun kesimpulan untuk memutuskan untuk menghukum kafir kaum Syi’ah!
Sementara
itu, hadis-hadis serupa tentang kemurtadan para sahabat juga banyak
diriwayatkan para ulama ahli hadis Ahlusunnah wal jama’ah. Lalu bagaimana para
ahli hadis Sunni dapat dibebaskan dari keputusan untuk menghukum itu sementara
muhaddis dan kaum Syi’ah diputuskan untuk menghukum kafir?
Contoh
Hadis-Hadis Kemurtadan Sahabat Dalam Riwayat Ahlusunnah
Dari
Abu Hurairah, dari Nabi saw.:
بَيْنَا اَنَا قَائِمٌ اِذَا زَمْرَةٌ حَتَّى اِذَا عَرَفْتُهُمْ
خَرَجَ رَجُلٌ مِنْ بَيْنِى وَبَيْنَهُمْ فَقَالَ هَلُمَّ، فَقُلْتُ اَيْنَ؟ قَالَ
إِلَى النَّارِ -وَاللهِ- قُلْتُ وَمَا شَأْنُهُمْ؟ قَالَ اِنَّهُمْ ارْتَدُوْا
بَعْدَكَ عَلَى اَدْبَارِهِمْ القَهْقَرَى، ثُمَّ اِذَا زَمْرَةٌ حَتَّى اِذَا
عَرَفْتُهُمْ خَرَجَ رَجُلٌ مِنْ بَيْنِى وَبَيْنَهُمْ فَقَالَ هَلُمَّ، قُلْتُ
اَيْنَ؟ قَالَ اِلَى النَّارِ -وَاللهِ- قُلْتُ مَاشَأْنُهُمْ؟ قَالَ اِنَّهُمْ
ارْتَدُّوْا بَعْدَكَ عَلَى اَدْبَارِهِمْ الْقَهْقَرَى. فَلاَ اَرَاهُ يَخْلُصُ
مِنْهُمْ اِلاَّ مِثْلُ هَمَلِ النَّعَمِ.ااااابشنمبش
“Ketika
aku sedang berdiri, terlihat olehku sekelompok orang. Setelah aku kenali mereka,
ada seorang di antara mereka keluar dan mengajak kawan-kawannya, ‘Marilah’ Aku
bertanya, ke mana? ia menjawab, ‘Ke neraka,’ Lalu aku bertanya lagi, mengapa
nasib mereka sampai demikian? Kemudian dijawab: ‘Sesungguhnya mereka telah murtad
sejak kau tinggalkan dan berbalik ke belakang (kepada kekafiran). Kemudian
terlihat sekelompok lain lagi. Ketika aku kenali mereka, ada seorang di antara
mereka keluar dan menyeru kawan-kawannya: ‘Marilah’ Aku bertanya, ke mana? Ia
menjawab: ‘Ke neraka’ Lalu aku bertanya lagi, mengapa mereka? dijawab:
‘Sesungguhnya mereka telah murtad sepeninggalanmu dan kembali ke
belakang. Kulihat tidak ada yang selamat dan lolos kecuali beberapa orang saja
yang jumlahnya cukup sedikit, seperti jumlah onta yang tersesat dari
rombongannya.” [Shahih Bukhari,8/150. Hadis ini
diriwayatkan oleh Ibnu Musyaiyib dari banyak sahabat Nabi. ]
Riwayat
di atas bukan satu-satunya riwayat dalam masalah ini. Banyak riwayat lain yang
menegaskan kenyataan itu. Di antaranya:
*
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
يَرِدُ عَلِيَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَهْطٌ مِنْ اَصْحَابِى،
فَيُحْلَوْنَ عَنِ الْحَوْضِ فَأَقُوْلُ: يَارَبِّ اَصْحَابِى. فَيَقُوْلُ: إِنَكَ
لاَ عِلْمَ لَكَ بِمَا اَحْدَثُوْا بَعْدَكَ، إِنَّهُمْ ارْتَدُّوْا عَلَى
اَدْبَارِهِمْ الْقَهْقَرَى.
“Akan
(datang) di hadapanku kelak sekelompok sahabatku, tapi kemudian mereka dihalau.
Aku bertanya, wahai Tuhanku, mereka adalah sahabat-sahabatku. Lalu dikatakan:
‘Kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu. Sesungguhnya
mereka murtad dan berpaling (dari agama).’.” [Shahih
Bukhari, 8/150.]
*
Dari Abu Bakrah, Rasulullah saw. bersabda:
لَيَرِدَنَّ عَلَيَّ الْحَوْضَ
رِجَالٌ مِمَّنْ صَحِبَنِى وَرَآنِي، حَتَّى اِذَا رُفِعُوْا اِلَيَّ
وَرَأَيْتُهُمْ آخْتَلَجُوْا دُوْنِى فَأَقُوْلَنَّ: رَبِّ اَصْحَابِى اَصْحَابِى.
فَيُقَالُ: إِنَّكَ لاَتَدْرِى مَااَحْدَثُوْا بَعْدَكَ.
“Akan
datang menjumpaiku di telaga (haudh) orang-orang yang pernah bersahabat dan
melihatku. Ketika mereka dihadapkan denganku, dan aku kenali mereka, mereka
terpelanting dariku. Maka aku berseru, ‘Ya Rabbi, mereka adalah sahabatku.’
Lalu dijawab, ‘Engkau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu.’”
[Musnad Ahmad,5/48 dan 50.]
*
Dari Abi Wa’il, ia berkata, “Abdullah berkata: Nabi saw. bersabda:
اَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ لَيُرْفَعَنَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ
حَتَّى اِذَا اَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمْ آخْتَلَجُوْا دُوْنِى،فَأَقُوُْل: اي
رَبِّ اَصْحَابِيْ؟ يَقُوْلُ: لاَتَدْرِى مَا اَحْدَثُوْا بَعْدَكَ.
“Aku
akan mendahuluimu sampai di telaga hudh, dan akan dihadapkan kepadaku banyak
orang-orang dari kalian. Lalu, tatkala aku hendak memberi minum mereka, mereka
terpelanting, maka aku bertanya, ‘Wahai Tuhanku, bukankah mereka itu
sahabat-sahabatku? Ia menjawab, ‘Kamu tidak tahu apa yang mereka perbuat
sepeninggalmu.” [ Shahih Bukhari,9/58,
kitabul-fitan,8/148. Ia juga meriwayatkan dari Hudzaifah. Musnad Ahmad,1/439
dan 455. ]
*
Dari Abu Hazim, ia berkata, “Aku mendengar Sahl bin Sa’ad berkata, ‘Aku
mendengar Nabi saw. bersabda:
اَنَا فَرَطُكُم عَلَى الْحَوْضِ -مَنْ وَرَدَ شَرِبَ مِنْهُ،
وَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ لاَيَظْمَأُ بَعْدَهُ اَبَدًا- لَيَرِدُ عَلَيَّ اَقْوَامٌ
اَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُوْنِى، ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِى وَبَيْنَهُمْ.
“Aku
akan mendahuluimu datang di haudh -siapa yang mendatanginya ia pasti akan minum
darinya, dan siapa yang meneguknya ia tak akan haus selamanya- dan akan datang
kepadaku beberapa kelompok yang sudah aku kenali mereka, lalu mereka dihalau
dariku.”
Abu
Hazim berkata, “Ketika aku menyampaikan di hadapan orang-orang, Nu’man bin Abi
‘Iyasy bertanya kepadaku, ”Apakah demikian yang kamu mendengar dari Sahl?” Aku
menjawab, “Ya, benar.” Ia berkata, “Aku bersaksi bahawa aku mendengar Abu Said
Al Khurdi menyampaikan tambahan:
إِنَّهُمْ مِنِّى فَيُقَالُ: إِنَّكَ لاَتَدْرِى مَابَدَّلُوْا
بَعْدَكَ فَاقُوْلُ: سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى
…”.
Mereka adalah sahabatku’. Maka dijawab, ‘Kamu tidak tahu apa yang sudah mereka
ubah sepeninggalmu.’ Lalu aku berkata, ‘Celakalah orang-orang yang mengubah
(agamaku) sepeninggalku.” [Shahih
Bukhari,9/58-59, kitabul-fitan dan 8/150, Shahih Muslim,7/96, Musnad Ahmad,
5/33 dan 3/28, Al Isti’âb (di pinggir Al-Ishâbah),1/159.]
*
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia mengatakan bahawa Rasulullah saw. bersabda:
إِنِّى فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ، وَإِنِّى سَأُنَازِغُ
رِجَالاً فَأُغْلَبُ عَلَيْهِمْ فَأَقُوْلُ: يَارَبِّ: أَصْحَابِى، فَيُقَالُ:
لاَتَدْرِى مَااَحْدَثُوْا بَعْدَكَ.
“Saya
akan mendahuluimu sampai di telaga (haudh), dan aku akan menarik beberapa
kelompok manusia, akan tetapi aku dikalahkan olehnya, lalu aku serukan, “Wahai
Tuhanku, mereka adalah sahabat-sahabatku! Ia menjawab, “Engkau tidak tahu apa
yang mereka perbuat sepeninggalmu.” [ Musnad
Ahmad,1/402, 406, 407, 384, 425 dan 453. Shahih Muslim, 7/68.]
*
Dari Hudzaifah, ia mengatakan bahawa Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang
kepadaku beberapa kelompok manusia, lalu mereka terpelanting. Maka aku serukan,
“Ya Rabbi, sahabat-sahabatku! Ya Rabbi, sahabat-sahabatku! (selamatkan
mereka).” Kemudian dijawab, ‘Engkau tidak tahu apa yang mereka perbuat
sepeninggalmu.’” [Musnad Ahmad,5/388. Dan ada
riwayat serupa pada hal. 393. Imam Bukhari mengisyaratkan adanya riwayat serupa
pada8/148 – 149.]
o Dari Ibnu Abbas, ia mengatakan bahawa Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّ اُنَاسًا مِنْ اَصْحَابِى يُؤْخَذُ بِهِمْ ذَاتَ الشِمَالِ،
فَأَقُوْلُ، اَصْحَابِى! اَصْحَابِى! فَيَقُوْلُ: إِنَّهُ لَمْ يَزَالُوْا
مُرْتَدِيْنَ عَلَى اَعْقَابِهِمْ مُنْذُ فَارَقْتَهُمْ، فَأَقُوْلُ كَمَا قَالَ
الْعَبْدُ الصَّالِحُ: وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا مَادُمْتُ فِيْهِمْ،
فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِى كُنْتَ اَنْتَ الرَّقِيْبَ عَلَيْهِمْ وَاَنْتَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ. اِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَاِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَاِنْ
تَغْفِرْلَهُمْ فَاِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ.
“Ada sekelompok sahabatku kelak akan diambil dan digolongkan kepada kelompok kiri. Aku bertanya, ‘Ya Rabbi, mereka adalah sahabat-sahabatku, (selamatkan mereka, mengapa Engkau memasukkan mereka ke golongan kiri?) Allah menjawab, ‘Mereka berpaling dan murtad dari agama sejak engkau meninggalkan mereka.’ Lalu aku berkata seperti yang diucapkan oleh seorang hamba yang shaleh (Nabi Isa a.s.): ‘Dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau siksa, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Shahih Bukhari,4/168, 204, 6/69, 70, 122, 8/136, Shahih Muslim,8/157, Musnad Ahmad,1/235 dan 253, Al Istîy’âb (di pinggir Al-Ishabah), 1/160. ]
Kemurtadan
yang ditegaskan akan terjadi sepeninggal Nabi saw. bukanlah sebuah masalah
aneh, jika kita menyaksikan bahawa di masa hidup Nabi pun fenomena kemurtadan
kolektif ini juga pernah terjadi. Para ulama dan ahli sejarah Ahlusunnah
menyebutkan dengan tegas adanya kenyataan tersebut. Di antaranya adalah dokumen
kemurtadan yang terjadi ketika para sahabat itu mendengar berita tentang isrâ’
dan mi’râj yang disampaikan Nabi saw…. tidak sedikit dari para sahabat saat itu
murtad kembali kepada kekafiran dan kemusyrikan.
*
Ibnu Hisyam menyebutkan aksi kemurtadan itu dengan kata-kata:
فَارْتَدَّ كثيرٌ مِمَّنْ كان أسْلِمَ.
“Maka
murtadlah banyak dari mereka yang telah memeluk Islam.” [Sirah Ibnu Hisyam:288. Terbitan Dâr al Kotob al Ilmiah- Beirut-
Lebanon]
* Al
Halabi menyebutkan sebuah riwayat:
حين حدَّثَهم بذلك ارْتَدّ ناسٌ كانوا أسْلِمٌوا.
“Ketika
beliau menyampaikan berita itu kepada penduduk Mekkah, murtadlah banyak orang
yang sebelumnya telah memeluk Islam.” [As Sirah al
Halabiyah,1/378. Terbitan al Maktabah al Islamiyah. Beirut – Lebanon.]
Dalam
kitab Hayâtu Muhammad Saw., Muhammad Husain Haikal menulis sub judul: Raibatu
Quraisy wa Irtidâdu Ba’dhi Man Aslam (keraguan kaum Quraisy dan kemurtadadn
sebagain orang yang telah memeluk Islam). Di dalamnya ia menegaskan terjadinya
kemurtadan oleh banyak sahabat Nabi saw., ia berkata:
وَارْتَدَّ كثيرٌ مِمَّنْ كان أسْلِمَ.
“Dan
murtadlah banyak dari mereka yang telah memeluk Islam.”
Ibnu
Jakfari berkata:
Jika
kemurtadan itu bisa saja terjadi dan telah terjadi di kalangan para sahabat,
sementara Nabi saw. masih hidup di tengah-tengah mereka dan mampu memberikan
pengarahan yang meyakinkan tentang apa yang menyebabkan kemurtadan, lalu apa
bayangan kita jika ada penyebab serupa yang menguncang keyakinan sebagian
sahabat sementara Nabi saw. tidak lagi berada di tengah-trengah mereka? Akankah
kemurtadan itu menjadi mustahil terjadi?
Mengapa?
Apakah keberadaan Nabi saw. dianggap sebagai faktor pemicu kemurtadan sementara
jika beliau telah mangkat dan tidak lagu bersama mereka, keimanan mereka
menjadi mantap dan tak mungkin tergoyahkan?
Apakah
Nabi saw. yang menjadi pemicunya?
Subhanallah…
tidak mungkin! Pasti semestinya keberadaan beliau dapat mencegah terjadinya
kemurtadan bukan sebaliknya! Dan ketidak beradaan beliau di tengah-tengah para
sahabat jusretu dapat menjadi faktor pemicu. Seperti disiyaratkan dalam hadis
Imam Bukhari juga dari Ibnu Umar, ia mendengar Nabi saw. bersabda:
لاَ تَرْجِعُوْا بَعْدِى كُفَّارًا، يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ
بَعْضٍ.
“Janganlah
kamu kembali menjadi kafir sepeninggalku nanti, sebagian dari kamu menebas
leher sebagian yang lain.”
Hadis
yang sama juga diriwayatkan oleh Abu Bakrah, Jarir dan Ibnu Abbas dari Nabi saw.[Shahih Bukhari,9/63-64, Shahih Muslim, 1/58]
Kerana
penyebab kemurtadan seperti yang ditegaskan dalam hadis di atas itu muncul di
saat Nabi saw. tidak berada di tengah-tengah para sahabat!
Semua
yang kami paparkan di sini sekedar renungan yang menuntut kita untuk merenung
dan memikirkan kenyataan tersebut dan mencari tau apa penyebab sebenarnya
kemurtadan itu? Dan apa maksud dari kata kemurtadan itu? Semua itu agar kita
terhindar dari kesalahan fatal dalam menilai para sahabat dan juga agar tidak
gegebah menuduh serampangan mazhab lain yang tidak kita sukai!
Wallah
A’lam.
Tuan……..
Syiah
kafirkan sahabat Nabi saw ??????????????????
Salafi
wahabi mengutip hadis syi’ah lalu tanpa basa basi mendakwa bahawa “Syi’ah mengkafirkan
sahabat nabi saw”
Inilah
3 contoh kutipan salafi wahabi, walaupun kutipan tersebut dibelit tetapi
biarlah asal mereka puas :
•”Semua
manusia adalah murtad selepas kewafatan nabi saw kecuali tiga orang. Aku
(perawi) bertanya: siapakah yang tiga itu? lalu Abu Ja’far (Muhammad Al-Baqir)
menjawab Miqdad Al-Aswad, Abu Dzar, dan Salman Al-Farisi…”(Ar-raudhah min al-kafi jilid 8 hlm 246)
•Kebanyakan
para sahabat adalah munafik tetapi cahaya nifaq mereka tersembunyi di zaman
mereka. Tetapi apabila wafat nabi s.a.w ternyatalah cahaya nifaq mereka itu
melalui wasiat Nabi SAW dan mereka itu kembali secara mengundur ke belakang,
dan kerana ini Saidina Ali berkata; “Semua manusia murtad selepas wafat nabi
s.a.w kecuali empat orang saja yaitu Salman, Abu Zar, Miqdad dan Ammar, dan
perkara ini tidak ada masalah lagi.” (Bihar al-Anwar
oleh al-Majlisi juz 27, hal 64-66)
•Khumaini
dalam kitabnya Kasyful Asrar hal. 113-114 (cet. Persia) menuduh para shahabat
kafir (Shurtani Mutadhadataani oleh Abul Hasan All
Al-Hasani An-Nadwi : Aqaidus Syi’ah fii Miizan hal. 85-87 oleh DR Muhammad
Kamil Al-Hasyim cet. I th, 1409H/1988M),
dikutip
dengan pengubahan salafi !!
Jawaban
:Jawaban
:Jawaban :Jawaban :Jawaban :Jawaban :
Seorang
murid SEKOLAH RENDAH di Iran yang pernah datang ke Indonesia langsung tertawa terbahak-bahak
setelah kami tanyakan perihal kutipan di atas
Dari
segi tata bahasa Arab, murtad banyak maknanya tergantung apa kalimat setelah
kata “murtadad/yartadid/murtadin”. Contoh :“MURTADDiNA ‘ALA A’QAABiHiM” artinya
membelot dari janji mereka
Zaman
Abubakar : orang yang tidak mau bayar zakat juga disebut MURTAD ( ridad/riddah
)
Kembali
kepada hadis diatas !!! Inilah maknanya versi Anak SEKOLAH RENDAH Iran yang
tertawa mendengar tuduhan salafi wahabi :
a.
Adapun Imam Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan Bani Hasyim merupakan KERABAT NABi
SAW dan bukan sahabat Nabi SAW.. Jadi Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud merupakan kerabat
dalam makna hadis diatas dan bukan sahabat !!!
b.
Hadis di atas menjelaskan tentang Sahabat yang pernah ikut peristiwa Ghadir Kum
atau pernah mendengar wasiat Nabi tentang imamah Ali, tetapi TELAH MENiNGGALKAN
WASiAT NABi SAW tentang Imamah Ali
Yang
dimaksud oleh hadis tersebut adalah : “selain 3 atau 4 atau 7 orang sahabat
tersebut bukan berarti mereka kafir keluar dari Islam.. Murtad atau kafir yang
mereka maksudkan bermakna : “mengkhianati janji setia atau meninggalkan wasiat
atau membelot dari kesetiaan” dan tidak di artikan keluar dari agama islam
Ringkasnya
Murtad/kafir disini bermakna : “murtad dari janji mereka dengan Rasul, bukan
kafir tulen/murtad tulen dari Islam”
Bahkan
Umar dan Abubakar mengakui imamah Ali! mereka mengakui pelantikan imam
Ali di Ghadir Kum
Hanya
saja di akhir hayat Nabi SAW : Abubakar, Umar ra adalah kelompok yang
menginginkan kekuasaan, mereka bukan kafir tulen, bukan murtad tulen.. Demikian
juga dengan kelompok khusus anshar yang ingin menguasai kembali Madinah setelah
wafat Nabi SAW seperti Bin Ubadah mereka bukan kafir tulen, bukan murtad tulen…
Sedangkan
Mu’awiyah dan Kirkirah apakah mereka tergolong kelompok MUNAFiK
seperti Bin Salul ??? saya tidak tau. Walaupun mereka bermusuh dengan Ali.
seperti Bin Salul ??? saya tidak tau. Walaupun mereka bermusuh dengan Ali.
c. Sedangkan
siapa saja sahabat Nabi SAW yang tidak pernah terlibat peristiwa Ghadir Kum
atau tidak pernah mendengar wasiat Nabi SAW tentang imamah Ali, tetapi TETAP
mendukung atau memihak kepada Imam Ali di mana saja mereka berada tidak
tergolong ke dalam hadis tersebut, misal ; Bilal, orang orang Anshar yang masuk
Islam sejak awal dll
d. Nabi
SAW menyatakan kafir kepada sahabat yang berperang dengan sesamanya… Kafir
disini bukan keluar dari Islam !!!
Seperti
disiyaratkan dalam hadis Imam Bukhari juga dari Ibnu Umar, ia mendengar Nabi
saw. bersabda:
لاَ تَرْجِعُوْا بَعْدِى كُفَّارًا، يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ
بَعْضٍ.
“Janganlah
kamu kembali menjadi kafir sepeninggalku nanti, sebagian dari kamu menebas
leher sebagian yang lain.”
Hadis
yang sama juga diriwayatkan oleh Abu Bakrah, Jarir dan Ibnu Abbas dari Nabi
saw. (Shahih Bukhari,9/63-64, Shahih Muslim, 1/58)
INiLAH
PANDANGAN SYi’AH TENTANG SAHABAT
Hadis-hadis
haudh tidak hairan lagi, menunjukkan bahawa Nabi mengetahui dan menyadari
beberapa sahabatnya akan berpaling sepeninggalnya dan oleh kerana itu mendapat
azab neraka. Inilah alasan lain mengapa mazhab Syi’ah berkeras bahawa Nabi
Muhammad pasti telah memiliki wakil kepercayaannya dalam menangani
masalah umat (negara), seorang wakil yang tidak akan merusak agama dan
tetap berjalan lurus hingga ia bertemu dengan Sang Penciptanya.
Sekarang
mari kita lihat pendapat Quran mengenai kategori sahabat yang
berbeda-beda. Sahabat golongan pertama ditunjukkan oleh Allah dalam ayat
berikut:
مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ
رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ
سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ
مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ
كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ
يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً
وَأَجْرًا عَظِيمًا
|
Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya sangat keras terhadap orang-orang kafir, (tetapi) berkasih sayang diantara mereka. Engkau akan melihat mereka ruku dan sujud (shalat), memohon anugerah Allah dan ridha-(Nya). Pada wajah – wajah mereka terdapat tanda, bekas sujud mereka. Demikianlah sifat – sifat mereka dalam Taurat; dan begitu pula dalam Injil seperti tanaman yang memunculkan tunasnya, kemudian tunas itu menguatkannnya, lalu menjadi lebat, dan tegak lurus diatas batangnya (memberikan) penanamnya kesenangan dan harapan. Tetapi, membuat marah orang – orang kafir. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara mereka yang beriman dan beramal saleh ampunan dan pahala yang besar. (QS. al-Fath : 29).
Sahabat-sahabat ini tidak diperdebatkan oleh Syi’ah dan Sunni. Kerananya, tidak akan dibahas di sini. Akan tetapi, perhatikan apa yang difirmankan Allah Yang Maha Bijak pada kalimat terakhir: “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara mereka yang beriman dan beramal saleh ampunan dan pahala yang besar.” Perhatikan kata, “orang-orang di antara mereka… “ Mengapa Allah tidak mengatakan “Allah telah menjanjikan kepada semua orang dari mereka?” Kerana tidak semua orang beriman. Itulah yang mazhab Syi’ah coba sampaikan kepada dunia. mazbab Sunni, bila pun mereka bershalawat kepada Nabi Muhammad, mereka pun bershalawat kepada semua sahabat, tanpa terkecuali. Mengapa Allah SWT membuat kekecualian sedang mazhab Sunni tidak?
Lebih dari itu, ayat tersebut menyebutkan secara khusus orang-orang yang setia bersama Nabi Muhammad, dengan arti taat kepadanya dan tidak menentang atau menjelek-jelekkannya. Tentunya orang-orang munafik berada di dekat Nabi dan berusaha mendekatkan diri mereka kepadanya, akan tetapi tidak ada kaum Muslimin yang menyebutkan mereka berdasarkan ayat yang berbunyi, “Orang-orang yang bersama Nabi Muhammad. “
Berkenaan dengan sahabat golongan kedua ini, Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُمْ
بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي
الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ إِلَّا تَنْفِرُوا
يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا
تَضُرُّوهُ شَيْئًا ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Hai
orang-orang beriman! Apa yang terjadi dengan kalian! Apakah sebabnya ketika
kalian di perintahkan untuk berperang di jalan Allah kalian merasa keberatan?
Manakah yang lebih kalian sukai, dunia ini atau kehidupan akhirat? Jika kalian
tidak mahu berangkat perang, ia akan mengazabmu dengan azab yang sangat pedih
dan menggantikan kalian dengan yang lain; tetapi Allah tidak akan merugikan
kalian sedikitpun kerana Allah berkuasa atas segala sesuatu.(QS. at-Taubah :
38-39).
Ayat
ini merupakan petunjuk yang jelas bahawa sahabat-sahabat tersebut malas ketika
ada seruan jihad dan perintah lain, sehingga mereka patut mendapatkan
peringatan Allah SWT. Ayat ini bukan satu-satunya contoh ketika Allah mengancam
akan menggantikan mereka:
وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا
غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
“…Apabila kalian berpaling (dari jalan ini), ia akan menggantikanmu dengan kaum lain, agar mereka tidak seperti kalian!” (QS. Muhammad : 38).
Dapatkah
ditunjukkan siapa yang dimaksud ‘kalian’ pada ayat di atas?
Allah juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا
أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ
كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا
تَشْعُرُونَ
“Hai orang-orang beriman! Janganlah kalian mengeraskan suaramu melebihi suara Nabi… agar tidak terhapus pahalamu sedang kalian tidak menyadari. “ (QS. al-Hujurat : 2).
Hadis-hadis
sahih dari mazhab Sunni menegaskan bahawa ada beberapa sahabat yang suka
menentang perintah Nabi Muhammad SAW dan berdebat dengannya pada banyak
peristiwa. Peristiwa tersebut di antaranya:
Selepas
perang Badar, Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk membebaskan tawanan-tawanan
perang sebagai tebusan dalam membayar fidyah tetapi para sahabat ini tidak
melakukannya;
Pada
perang Tabuk, Nabi Muhammad memerintahkan mereka menyembelih unta untuk
menyelamatkan nyawa mereka tetapi beberapa sahabat menentangnya;
Pada
peristiwa perjanjian Hudaibiyah, Nabi bermaksud berdamai dengan orang-orang
Mekkah tetapi sahabat-sahabat yang sama menentangnya. Bahkan mereka meragukan
kenabian Nabi Muhammad SAW.
Pada
perang Hunain, mereka menuduh Nabi Muhammad tidak adil dalam membagi – bagikan
harta rampasan perang; Ketika Usamah bin Zaid diangkat Nabi Muhammad menjadi
pemimpin pasukan perang Islam di hujung bulan Safar sebelum wafat nabi,
sahabat-sahabat ini tidak menaati Nabi dengan tidak mengikutinya.
Pada
hari khamis yang sangat tragis Nabi ingin berwasiat, akan tetapi
sahabat-sahabat yang sama ini juga menuduh Nabi tengah meracau dan ia mencegah
Nabi mengungkapkan keinginannya.
Masih
banyak lagi riwayat-riwayat seperti itu yang bahkan dapat ditemukan dalam
Shahih al-Bukhari.
Mengenai
sahabat golongan ketiga, terdapat sebuah surah dalam Quran yang
seluruhnya bercerita tentang mereka yaitu surah al-Munafiqun mengenai
orang-orang munafik.
Di
samping itu, banyak pula ayat mengenai Sahabat-sahabat ini. Allah berfirman:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ
قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ
أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ
شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
Muhammad itu tidak lebih dari seorang Rasul telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Apakah bila ia wafat atau terbunuh, kamu akan berpaling dari agamamu? Barang siapa yang berpaling dari agamanya, tidak sedikitpun ia merugikan Allah; Namun Allah (sebaliknya) akan memberikan ganjaran kepada orang-orang yang bersyukur (berjuang untuk-Nya) (QS. Ali Imran : 144).
Ayat
ini turun ketika beberapa orang sahabat melarikan diri dari perang Uhud,saat
mereka mendengar berita bohong bahawa Nabi Muhammad terbunuh. Meski di kemudian
hari Allah SWT mengampuni mereka, akan tetapi ayat di atas memberi suatu kemungkinan
bahawa beberapa sahabat akan meninggalkan Islam jika Nabi Muhammad meningggal.
Tetapi Allah membuat kekecualian “dan orang-orang yang bersyukur (berjuang
untukNya).“
Pada
ayat lain Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ
يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ
وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ
يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Hai, orang-orang beriman! Barang siapa di antara kalian yang berpaling dari agamanya, Allah akan membangkitkan suatu kaum yang Allah cintai dan merekapun mencintai-Nya,… yang bersikap lemah lembut kepada orang-orang berirnan, tetapi bersikap keras kepada orang kafir, berjihad di jalan Allah dan tiada pernah merasa takut terhadap kecaman orang-orang. Itulah karunia Allah yang akan la berikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberiannya san Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. al-Maidah : 54).
Kenyataan
bahawa para sahabat Nabi bertengkar dan perang berkobar setelah Nabi wafat
sangatlah terkenal. Selain itu, para sahabat yang terpecah-pecah ditunjukkan
Allah SWT dengan ayat berikut.
Hendaknya
ada di antara kalian, segolongan umat yang mengajarkan pada kebaikan, menyuruh
berbuat makruh, dan melarang berbuat munkar. Mereka adalah orang-orang yang
beruntung. Tetapi janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan
bersilang sengketa setelah datang kepada kealian bukti yang nyata. Bagi mereka
di sediakan azab yang mengerikan. Pada hari itu ada orang-orang yang mukanya
putih berseri, dan anda orang-orang yang wajahnya hitam muram. Kepada mereka
yang wajahnya hitam muram dikatakan, “Apakah kalian ingkar sesudah beriman?
Maka rasakanlah siksa yang pedih kerana keingkarannya!” (QS. Ali Imran :
104-106).
Ayat
di atas menunjukkan bahawa ada segolongan umat yang senantiasa beriman. Ayat
ini menekankan baha segolongan umat di antara mereka tidak mencakup semua orang.
Akan tetapi kalimat berikutnya menjelaskan golongan ketiga yang ingkar
(berpaling) dari agama mereka setelah Rasulullah wafat.
Ayat
ini menunjukkan bahawa pada hari perhitungan akan ada dua golongan, yang satu
berwajah putih dan yang kedua dengan wajah hitam muram. Itulah petunjuk lain bahawa
para sahabat akan terpecah belah.
Berikut ini beberapa ayat lainnya yang menerangkan sahabat
golongan ketiga serta perbuatan mereka.
يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ
قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ
يَنَالُوا ۚ وَمَا نَقَمُوا إِلَّا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ ۚ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ ۖ وَإِنْ
يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Mereka bersumpah dengan nama Allah bahawa mereka tidak
mengucapkan sesuatupun (yang buruk), padahal sebenarnya mereka telah
mengucapkanfitnah, dan mereka mengatakannya setelah mereka memeluk
Islam, dan merekamerencanakan maksud jahat yang tidak dapat mereka lakukan. Dendam mereka
ini adalah balasan mereka atas karunia yang telah Allah serta Rasulnya berikan
kepada mereka! Jika mereka bertaubat itulah yang terbaik untuk mereka, akan
tetapi jika mereka berpaling (kepada keburukan), Allah akan menyiksa mereka
dengan siksaan yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan mereka tidak mempunyai
penolong di muka burni ini (QS. at-Taubah : 74).
فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَىٰ
يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا
يَكْذِبُونَ
Akibatnya Allah membiarkan tumbuh kemunafikan di hati mereka,
(kekal) hingga hari itu merekar akan bertemu dengan-Nya, kerana mereka
melanggar perjanjian dengan Allah, dan kerana mereka terus menerus berkata
dusta.(QS. at-Taubah: 77).
الْأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا
وَأَجْدَرُ أَلَّا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ ۗ وَاللَّهُ
عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sifat arang Arab itu lebih pekat kekafirannya dan
kemunafikannya, dan tentunya lebih tidak mengerti perintah yang telah Allah
turunkan kepada Utusan-Nya, tetapi Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS.
at-Taubah : 97).
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ
أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ
يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا
بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
Tidakkah kamu pikirkan orang – orang yang mengakui dirinya telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan orang – orang sebelummu ? keinginan mereka (sebenarnya) adalah mengambil keputusan (dalam pertikaian mereka) dengan Taghut, sekalipun mereka sudah diperintahkan untuk menolaknya. Tetapi syaitan ingin menyesatkan mereka sejauh – jauhnya (dari jalan yang benar). (QS. An-Nisa : 60)
Di hati mereka ada penyakit, dan Allah
menambah penyakit itu. Begitu pedih siksan yang mereka dapatkan, kerana mereka
berdusta (pada diri mereka sendiri) (QS. al-Baqarah : 10).
Sekarang
kita perhatikan ayat berikut.
أَلَمْ يَأْنِ
لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ
الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ
عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
Apakah masih belum tiba waktunya bagi orang-orang beriman supaya tunduk hatinya dalam mengingat Allah dan kebenaran yang di turunkan (kepada mereka) agar mereka tidak meniru-niru orang-orang yang telah di beri kitab sebelumnya, setelah masa berlalu sehingga hati mereka menjadi keras? Sebagian besar di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. al-Hadid : 16).
Mungkin
ada beberapa terjemahan yang menyatakan bahawa ayat di atas menerangkan orang-orang
Yahudi dan Nasrani. Hal ini tidaklah benar kerana bertentangan dengan ayat itu
sendiri. Pertama, Allah SWT tengah menerangkan para sahabat dan kemudian
menyamakan mereka dengan Yahudi dan Nasrani.
Mengapa
Allah berkata kepada kaum Yahudi dan Nasrani, “Apakah belum tiba waktunya bagi
orang-orang beriman agar mereka tunduk dalam mengingat Allah… “ dan kemudian
berkata, “dan janganlah. kalian seperti orang-orang yang telah di beri kitab
sebelumnya.. . “
Mengapa
Allah SWT membuat perbandingan kaum Nasrani (Yahudi) dengan kaum mereka
sendiri? Apakah hal. ini masuk akal? Tentu tidak, Allah tidak bertentangan
dengan diri-Nya sendiri. Akan tetapi, ayat ini turun sebagai pertanyaan Allah
berkenaan dengan beberapa orang kaum Muhajirin, setelah 17 tahun Quran turun
hati mereka belum yakin sepenuhnya sehingga Allah mencela mereka. Pada kalimat
terakhir, Allah menunjukkan bahawa ada orarig-orang fasik di antara mereka.
Seperti
yang kami sebutkan, ada beberapa ayat Quran yang mengagumi sahabat golongan
pertama. Akan tetapi, ayat-ayat tersebut tidak meliputi semua sahabat. Quran
seringkali menggunakan sebutan ‘orang-orang beriman di antara mereka’ atau
‘orang-orang yang pertama kali beriman di antara mereka’ yang menunjukkan bahawa
kata – kata tersebut tidak menerangkan kepada semua sahabat. Sebenarnya ada
orang-orang munafik diantara sahabat Nabi. Jika orang – orang munafik ini
diketahui mereka pasti tidak lagi dikenal sebagai orang munafik tetepi sebagai
musuh.
Selain
itu, ketika Allah berfirman, “Aku telah ridha dengannya hingga kini… “, tidak
menyiratkan makna bahawa mereka akan juga berlaku baik dimasa yang akan datang.
Tidaklah dapat difahami jika Allah memberikan hak imunitas yang permanen kepada
orang-orang yang telah berbuat baik sebelumnya, tetapi kemudian mereka
menumpahkan darah ribuan kaum Muslimin sepeninggal Nabi Muhammad. jika
demikian, artinya seorang sahabat dapat menggugurkan semua aturan Allah SWT
serta perintah perintah Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, sebagaimana yang
kami sebutkan, mazhab Syi’ah tidak mendiskreditkan semua sahabat. Ada
sahabat-sahabat Nabi yang memang sangat kami hormati yaitu mereka yang Allah
puji dalam Quran.
Ayat-ayat
dalam Quran ini tentunya tidak meliputi semua sahabat. Allah berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Dan orang-orang yang mula-mula (beriman) di antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Allah telah ridha kepada mereka. la telah menyediakan bagi mereka surga yang banyak mengalir sungai-sungai di dibawahnya untuk mereka tinggali selamanya. Itulah keberuntungan yang sangat besar (QS. at-Taubah : 100).
وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ
مُنَافِقُونَ ۖ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ ۖ مَرَدُوا عَلَى
النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ ۖ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ ۚ سَنُعَذِّبُهُمْ
مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَىٰ عَذَابٍ عَظِيمٍ
Dan (bagaimanapun) di antara orang-orang Arab terdapat orang – orang munafik, dan juga di antara orang-orang Madinah (ada) orang – orang yang yang kemunafikan telah mendarah daging, yang engkau tidak ketahui (Hai, Muhammad). Kami mengenali mereka dan kami akan menyiksa mereka dua kali lebih pedih, kemudian mereka akan dilemparkan kedalam siksaan yang nienyakitkan.(QS.at-Taubah : 101)
Ayat
– ayat tersebut menunjukkan bahawa ;
1)
Allah ridha kepada mereka, tetapi belum tentu ridha di masa datang;
2)
Allah menunjukan orang – orang yang pertama kali beriman di antara mereka.
Artinya ia tidak menunjukan semua sahabat;
3)
PAda ayat berikutnya, Allah membahas tentang orang – orang munafik di
sekeliling Nabi yang berpura – pura menjadi sahabat sejati. Bahkan Nabi
Muhammad sendiri, berdasarkan ayat di atas, tidak mengetahui mereka. Hal. ini
sesuai dengan hadis Shahih al-Bukhari yang disebutkan di atas bahawa Allah akan
berkata kepada Rasul-Nya, “Engkau tidak mengetahui apa yang telah di perbuat
Sahabat-sahabatmu setelah engkau tiada.“
Shahih al-Bukhari hadis 4375; diriwayatkan
dari Anas bin Malik bahawa Nabi Muhammad berkata kepada kaum Anshar :
Kalian
akan menemukan kekufuran yang sangat besar sepening¬galku. Bersabarlah kalian
hingga kalian bertemu Allah dan Rasul¬Nya di telaga Kautsar (telaga di surga).
(Anas menambahkan, “Tetapi kami tidak bersabar.”)
Shahih al-Bukhari hadis 5488; diriwayatkan
dari Musaiyab bahawa dia bertemu Bara bin Azib dan berkata (kepadanya):
Semoga
engkau hidup sejahtera! Engkau merasakan kebahagiaan sebagai sahabat Nabi dan
berbaiat kepadanya (al-Hudaibiyyah) di bawah pohon (al-Hudaibiyyah). (Mengenai
hal. ini, Bara berkata, “Wahai keponakanku, Engkau tidak tahu apa yang telah
kami perbuat sepeninggalnya.”)
Tentunya,
terdapat ayat-ayat Quran di mana Allah menggunakan kata kerja lampau tetapi
dimaksudkan untuk masa sekarang atau masa yang akan datang. Tetapi masalahnya
bukan selalu hal. itu. Ada banyak ayat-ayat Quran ketika Allah dengan jelas
menyatakan bahawa ia mengubah keputusan-Nya berdasarkan perbuatan kita setiap
detik. Allah tidak menempati ruang dan waktu tetapi la memiliki kekuasaan untuk
mengubah keputusan-Nya dalam dimensi waktu.
Tentunya
la sudah lebih dulu mengetahui apa yang la kehendaki untuk berubah kemudian,
dan la Maha Mengetahui atas segala sesuatu. la tidak memperlakukan seorang
beriman dengan cara yang buruk saat ini, meskipun la mengetahui bahawa orang
beriman ini akan kafir di kemudian hari.
Untuk
menjelaskan poin ini, lihat Quran seperti surah al-Anfal ayat 65-66, al-A’raf
ayat 153, an-Nahl ayat 110 dan 119, ar-Ra’d ayat 11, di mana Allah SWT dengan
jelas menyatakan bahawa ia mengubah keputusan-Nya atas dasar perbuatan kita.
Anda
dapat menemukan ayat-ayat serupa dalam Quran. Oleh kerananya, keputusan Allah
tentang manusia berubah setiah waktu berdasarkan perbuatan kita. Jika kita
berbuat baik, la akan ridha kepada kita, dan jika kita berbuat buruk, la akan
murka, dan seterusnya. Para sahabat tentu tidak terlepas dari aturan ini.
Siapapun yang berbuat kebajikan, Allah akan ridha dengan kepadanya, tidak
memandang apakah ia sahabat Nabi atau bukan.
Allah
Maha Adil. la tidak membeda-bedakan antara sahabat dan orang-orang yang hidup
saat itu. Tidak ada seorangpun yang memberikan jaminan masuk surga jika ia
berbuat jahat, menumpahkan darah orang – orang yang tidak berdosa. Jika tidak,
maka Allah tidak adil. Allah tidak adil.
Allah
berfirman dalam Quran “Setiap diri bertanggung jawab atas segala perbuatannya.”
(QS.al-Mudatstsir : 38); “Penuhilah janjimu, maka Aku akan memenuhi janji- Ku.”
(QS. Al-Baqarah : 40 ).
Mari
kita perhatikan ayat-ayat Quran berikut yang menunjukkan secara jelas bahawa
seseorang yang sangat mulia, yang pantas masuk surga, dapat menghanguskan semua
perbuatan baiknya dalam sekejap. Maka janganlah menilai perbuatan baik
seseorang yang pernah diperbuatnya, jika ada, kita harus senantiasa melihat
hasil akhir setiap orang.
Bahkan
Nabi Muhammad sendiripun tidak mengetahui takdirnya hingga ia wafat (yaitu
hingga ia melalui ujian terakhir) kerana ia juga memiliki kebebasan untuk
berbuat buruk. Allah berfirman:
لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Hai
Rasulullah, jika engkau mempersekutukan Allah, amal salehmu akan terhapus, dan
engkau termasuk orang-orang yang merugi (QS. az-Zumar : 65).
Kalau
amal saleh Rasul sendiripun terancam terhapus, jelaslah bagaimana kita menilai
para sahabat. Tentu saja Nabi Muhammad tidak menghapus perbuatan baiknya,
tetapi ada kemungkinan kalau amal salehnyapun dapat terhapus.
Dan
jika di antara kalian yang berpaling dari agamanya dan mati dalam keadaan
kafir, maka hapuslah semua pahala amal kebajikannya, di dunia ini dan akhirat,
dan mereka akan menjadi penghuni neraka selamanya (QS. al-Baqarah : 277).
Orang
– orang yang kembali kafir setelah beriman dan semakin meningkat kekafirannya,
sekali – kali tidak akan diterima taubatnya dan mereka itu adalah orang – orang
yang sesat (QS. Ali Imran : 90)
Pada
hari kiamat, ada orang – orang yang wajahnya putih bercahaya dan ada orang –
orang yang wajahnya hitam kelam. Kepada mereka berwajah hitam dikatakan : “
Mengapa kalian sesudah beriman ? Rasakanlah siksaan ini kerana kekafiranmu !”
(QS. Ali Imran : 106)
Orang
yang telah beriman, lalu ia kafir, kemudian ia beriman kembali, lalu kafir
kembali, dan semakin pekat kekafi’rannya, Allah tidak akan mengampuni dan
menunjuki mereka jalan (QS. an-Nisa : 137).
Maka,
sangatlah mungkin bagi seorang beriman yang telah diridhoi Allah, menjadi kafir
di kemudian hari. Sebaliknya, jika seseorang telah dijanjikan bahawa Allah
meridhainya selamanya dan tanpa syarat, tidak masalah apakah ia menumpahkan
darah orang-orang tidak berdosa atau berbuat jahat di kemudian hari, berarti ia
tidak lagi mendapat cobaan dari Allah. Hal. ini bertentangan dengan banyak ayat
Quran.
Alquran
merekam kualiti keimanan kaum muslimin di sekitar nabi (red baca sebagai
shahabat), diantaranya dicantumkan dalam surat Attaubah.
Pada
beberapa puluh ayat pertama, menerangkan tentang perintah untuk memutuskan
perjanjian dengan kaum musyrikin quraish. Sedang ayat-ayat berikutnya
menceritakan kualiti orang orang yang mengaku islam di sekitar nabi (=
shahabat). Ayat 100 yang dijadikan landasan ‘udul’ nya sebagian shahabat oleh
sebagian ulama sunni misalnya, langsung disambung dengan ayat 101 yang
menceritakan bahawa sebagian lainnya adalah munafik, serta sebelumnya ayat
97-98 menjelaskan bahawa sebagian muslim disekitar nabi itu adalah badui yang
‘lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada
Rasulnya’, ‘amat sangat kekafirannya’, ‘merasa rugi menafkahkan zakat’ dll.
Sebagian lagi diterangkan dalam ayat 102 adalah “mereka mencampur-baurkan
perkerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk”.
Bahkan
dalam memahami QS Attaubah:100 (dan 117) di atas di mana Allah mengatakan Ridho
terhadap mereka. Maka ayat tersebut menunjuk pada SEBAGIAN (bukan SELURUHNYA)
diantara Muhajirin dan Anshar yang pada peristiwa hijrah (“DI ANTARA
orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik”) + orang-orang muslim lainnya yang mengikuti mereka dengan baik. Orang
yang tersangkut dalam peristiwa hijrah paling hanya ratusan orang dan bukan
140000 orang, apalagi Allah mengatakan bahawa hanya SEBAGIAN diantara mereka
yang diridhoi oleh Allah SWT jadi mungkin hanya puluhan saja yang masuk dalam
QS 9:100 tersebut. Untuk orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini maka kaum
muslim diperintahkan menghormati mereka. Sebagian besar diantara mereka ini
adalah 70 syuhada dalam perang uhud.
Rasulullah
menghadapi tantangan yang keras dari luar dan dalam dalam menegakkan Diin. Dari
luar beliau menghadapai kaum musyrikin Quraish, Yahudi dll yang tiada hentinya
berusaha memadamkan cahaya Allah. Dari dalam beliau mendapat kesulitan yang
pahit dalam menanamkan penghayatan yang benar tentang Islam ke dalam jiwa
orang-orang yang mengaku islam tersebut. Hal ini direkam dalam hampir
keseluruhan surah attaubah tersebut. “Sesungguhnya telah datang kepadamu
seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mu’min. (QS. 9:128)”
Rasulullah
SAAW tidak mengajarkan agama islam kepada shahabatnya dengan cara yang gaib,
melainkan sesuai sunnatullah. Sebagian besar dari 140.000 masyarakat muslim
yang hidup pada zaman nabi adalah muslim yang mentah dalam memahami diin-nya. Beberapa muslim bahkan mungkin berubah murtad kembali setelah meninggalnya Rasulullah SAAW seperti ditegaskan dalam QS 3:144 dan 5:54.
Kebanyakan
dari 140.000 orang tersebut masuk islam kerana menyerah dalam perang Khaibar,
ataupun Fatah Mekkah serta perang-perang lain yang dilakukan dalam beberapa
tahun terakhir menjelang wafatnya Rasulullah. Sebagian diantara orang yang
menyerah (dan mengaku sebagai muslim) ini bahkan memiliki kedengkian yang besar
terhadap Rasulullah dan orang orang terdekatnya kerana kekalahan dalam
peperangan dengan Rasulullah SAAW, kerana terbunuhnya anggota keluarga mereka
oleh Rasulullah dan orang-orang terdekatnya.
Sebagian
lagi bahkan cuman manusia badui yang memiliki kapasiti terbatas untuk mampu mengembangkan diri (seperti islamnya sebagian besar kaum
‘sangat awam’ di indonesia).
Hanya
sedikit diantara 140.000 orang tersebut yang benar-benar memiliki
kesempatan untuk selalu berkumpul dengan Rasulullah, sehingga Rasulullah mampu menanamkan benih keimanan di dalam hati mereka. Hanya sebagian kecil diantara yang berkumpul dengan Rasulullah ini yang mencintai Rasulullah SAAW lebih daripada mencintai dirinya sendiri. Hanya sebagian kecil lagi yang mencintai Rasulullah ini mampu mengembangkan jiwanya hingga ke tingkatan jiwa yang cukup tinggi apalagi hingga ‘bertemu diri’ sehingga menjadi ahlulbait seperti yang dijamin dalam QS 33:33, serta dalam hadist al-kisa yang menerangkan ayat di atas.
kesempatan untuk selalu berkumpul dengan Rasulullah, sehingga Rasulullah mampu menanamkan benih keimanan di dalam hati mereka. Hanya sebagian kecil diantara yang berkumpul dengan Rasulullah ini yang mencintai Rasulullah SAAW lebih daripada mencintai dirinya sendiri. Hanya sebagian kecil lagi yang mencintai Rasulullah ini mampu mengembangkan jiwanya hingga ke tingkatan jiwa yang cukup tinggi apalagi hingga ‘bertemu diri’ sehingga menjadi ahlulbait seperti yang dijamin dalam QS 33:33, serta dalam hadist al-kisa yang menerangkan ayat di atas.
Komposisi
‘Shahabat’ menurut kacamata syiah barangkali dapat diterangkan sbb:
1. Segelintir manusia yang mencapai puncak kemanusiaan. Yang telah bertemu diri yaitu ‘ahlulbait nabi’ QS 33:33.
2.
Orang-orang yang memahami islam dengan cukup baik dan telah menjalankan
pensucian jiwa hingga tingkatan tertentu QS 9:100 dll.
3.
Orang-orang islam yang ‘berkerumun di pinggir jalan’, yang berkeinginan untuk
melakukan pensucian jiwa meski belum tahu caranya.
4.
Orang-orang yang biasa-biasa saja dalam keislamannya ‘mereka mencampur-baurkan
perkerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk’ QS 9:102.
5.
Orang-orang badui yang tidak memiliki penghayatan yang benar dalam beragama.
Masuk islam hanya kerana ‘trend’. Orang-orang ‘sangat awam’ yang memiliki
penghayatan agama sangat dangkal.9:97
6.
Orang-orang yang masuk islam kerana terpaksa, yang membenci nabi dan
orang-orang terdekatnya kerana terbunuhnya keluarga mereka. Mereka inilah yang
dicap sebagai Allah sebagai kafir & munafik meski mengaku sebagai islam.
Mereka tidak menginginkan kebaikan apapun bagi kaum muslimin. “Di antara mereka
(orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi” QS 9:61
7.
dll…dll seperti yang dijelaskan dalam surat At-taubah.
Pendek
kata, dalam kacamata syiah maka dari 140.000 shahabat ini tidak lantas semuanya
sudah ‘bertemu diri’ sehingga perkataan dan perbuatan mereka pantas dijadikan
sumber dalam beragama. Tidaklah lantas mengecilkan keberhasilan Rasulullah,
bahkan merupakan sukses sangat besar bahawa Rasulullah berhasil menciptakan
misalnya 10 orang yang bertemu diri dari 140.000 muslim saat itu, serta puluhan
orang lainnya yang berhasil menaikkan tingkatan jiwanya diantara Muhajirin dan
Anshar.
Tetapi
Rasulullah juga tidak berdaya memadamkan seluruh kebencian di hati sebagian
orang muslim taklukan perang, sebagian diantara mereka dicap Allah sebagai
Munafik dan Kafir.
Kaum Syiah kafirkan Sahabat ?
Dengan
keyakinan bahawa tidak seluruh sahabat memang berkualiti untuk dijadikan sumber
agama maka hadist-hadist dalam khazanah syiah hanyalah diriwayatkan dari
orang-orang tertentu (dengan kata lain, jarh wa ta’dil dilakukan juga terhadap
shahabat). Dengan keyakinan serupa maka tingkah laku sebagian sahabat diulas
nyata-nyata sangat merugikan islam. Sebagian Ijtihad yang dilakukan sahabat
ditolak oleh kaum syiah, sedangkan kaum sunni menerima semua ijtihad sahabat.
Kerana
kaum syiah menceritakan tingkah laku sebagian sahabat yang sangat merugikan
islam, kaum syiah dianggap ‘mengkafirkan’ dan mengecam shahabat.
Secara
umum, kaum sunni menganggap tingkah laku semua sahabat tidak layak untuk
dikecam, semua tingkah laku mereka dianggap ‘bukan mereka yang menggerakkan
tangan mereka melainkan Allah, bukan mereka yang menggerakkan mulut mereka
melainkan Allah dst’. Sedangkan kaum syiah tidak menerima demikian.
Dengan
pandangan seperti itu maka tingkah laku Muawiyah (shahabat yang masuk islam
setelah fatah mekkah ?) yang menyerang kekhalifahan Ali dianggap ‘atas kehendak
Allah’, tidak secuilpun ulama sunni mengecam Muawiyah bahkan menceritakan
kebaikan Muawiyah dalam banyak hadist, Mengapa? kerana Muawiyah adalah sahabat
nabi !. Sedangkan ulama syiah mengecam tingkah laku Muawiyah habis-habisan.
Ulama sunni juga menceritakan kebaikan Abu Sufyan (sahabat yang masuk islam
pada fatah mekkah) kerana dia adalah sahabat, sedangkan ulama syiah
menceritakan busuknya kebencian Abu Sufyan terhadap islam.
Sampai
titik kecaman terhadap Muawiyah dan Abu Sufyan barangkali masih tidak menjadi
masalah yang berat bagi sebagian ulama sunni kerana dalam hati sebenarnya mudah
mengakui bahawa kedua orang tersebut bukanlah manusia yang ‘mulia’.
Nah
berikut ini barangkali menjadi masalah yaitu kerika menyangkut penolakan
terhadap sebagian ijtihad dari orang-orang yang dianggap tokoh-tokoh utama
dalam sejarah islam seperti Abu Bakar, Umar dan Aisyah.
Kaum
syiah menolak ijtihad Umar bin Khattab tentang sholat Tarawih dan Nikah Mutah
maupun dalam beberapa hal lainnya kerana dianggap bertentangan dengan kata-kata
Rasulullah SAAW sendiri. Kerana kaum syiah berani menolak ijtihad Umar maka
dikatakan menodai kesucian sahabat Rasul. Kaum syiah juga menolak keras ijtihad
Abu Bakar dalam hal ‘Tanah Fadak’, yang mengakibatkan memutus urat nadi ekonomi
ahlulbait nabi. Kerana penolakan ini maka kaum syiah dianggap mengecam
shahabat.
Kaum syiah juga menolak ijtihad Aisyah yang menggerakkan ribuan muslim menyerang khalifah Ali sehingga mengakibatkan ribuan kaum muslimin tewas. Kerana penolakan ini maka dianggap kaum syiah menodai kehormatan sahabat nabi.
Kaum syiah juga menolak ijtihad Aisyah yang menggerakkan ribuan muslim menyerang khalifah Ali sehingga mengakibatkan ribuan kaum muslimin tewas. Kerana penolakan ini maka dianggap kaum syiah menodai kehormatan sahabat nabi.
Kerana
kaum syiah juga menolak sebagian ijtihad tokoh-tokoh utama islam maka disinilah
kaum syiah dikecam habis-habisan. Ulama sunni menerima apapun ijtihad ketiga
orang di atas dan dianggap tidak mungkin mereka melakukan kesalahan. Sedangkan
ulama syiah menganggap salah sebagian ijtihad mereka.
Saya
kutipkan sebagian ayat-ayat dalam surat attaubah tsb: Di antara orang-orang
Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di
antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu
(Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kami-lah yang mengetahui mereka.
Nanti mereka akan kami siksa dua kali kemudian mereka akan di kembalikan kepada
azab yang besar. (QS. 9:101)
Dan
mereka bersumpah dengan (nama) Allah, bahawa mereka termasuk golonganmu;
padahal mereka bukan dari golonganmu, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang
sangat takut (kepadamu). (QS. 9:56)
Di
antara mereka ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan:”Nabi mempercayai semua
apa yang didengarnya”. Katakanlah:”Ia mempercayai semua apa yang baik bagi
kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mu’min, dan menjadi
rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu”. Dan orang-oang yang
menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih. (QS. 9:61)
Mereka
bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, padahal
Allah dan Rasul-Nya yang labih patut mereka cari keridhaannya jika mereka
adalah orang-orang yang mu’min. (QS. 9:62)
Tidakkah mereka mengetahui bahawasannya barangsiapa menentang Allah dan Rasuil-Nya, maka sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, dia kekal di dalamnya. Itulah adalah kehinaan yang besar. (QS. 9:63)
Tidakkah mereka mengetahui bahawasannya barangsiapa menentang Allah dan Rasuil-Nya, maka sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, dia kekal di dalamnya. Itulah adalah kehinaan yang besar. (QS. 9:63)
Mereka
bersumpah dengan (nama) Allah, bahawa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang
menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, DAN
TELAH MENJADI KAFIR SESUDAH BERIMAN, dan menginginkan apa yang mereka tidak
dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali kerana
Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika
mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling,
niscaya Allah akan mengazab mereka denga azab yang pedih di dunia dan di
akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula)
penolong di muka bumi. (QS. 9:74)
SYi’AH
: Sahabat ada yang baik, ada yang jahat dan ada yang munafiq (berdasarkan nas).
Oleh kerana itu para sahabat harus dinilai dengan al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw
(yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an secara keseluruhan)
SYi’AH
: Segala bentuk pujian atau celaan dari Allah swt kepada sahabat penentang Imam
Ali adalah dari Sifat fi’l (sementara), bukan dari Sifat Zat (kekal). Kerana
disebabkan sifatnya sementara (saat itu) selanjutnya tergantung dari kelakuan/
perbuatan mereka kemudian apakah bertentangan dengan nas atau tidak.
AHL-SUNNAH
: Kepatuhan kepada semua Sahabat (Sa’ira Ashab al-Nabi) (al-Ibanah, hlm. 12)
kenyataan al-Asy’ari memberikan implikasi:
a) Sahabat semuanya menjadi ikutan. Tidak ada perbedaan di antara Sahabat yang mematuhi nas, dan Sahabat yang bertentangan nas.
a) Sahabat semuanya menjadi ikutan. Tidak ada perbedaan di antara Sahabat yang mematuhi nas, dan Sahabat yang bertentangan nas.
b)
Mentaqdiskan (mensucikan) Sahabat tanpa menggunakan penilaian al-Qur’an,
sedangkan banyak terdapat ayat-ayat al-Qur’an yang mencela perbuatan mereka, kerana
mereka bertentangan dengan nas (lihat umpamanya dalam Surah al-Juma’at (62):
11).
c)
Mengutamakan pendapat sahabat dari hukum Allah (swt) seperti hukum seseorang
yang menceraikan isterinya tiga kali dengan satu lafaz, walau menurut al-Qur’an
jatuh satu dalam satu lafaz dalam Surah al-Baqarah (2): 229, yang
terjemahannya, “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali.”
Tetapi
ketika Khalifah Umar mengatakan jatuh tiga mereka mengikuti (al-Suyuti, Tarikh
al-Khulafa’, hlm. 137), Ahl-Sunnah al-Asya’irah menerimanya dan dijadikannya
“hukum” yang sah sekalipun bertentangan
nas (al-Farq baina l-Firaq, hlm. 301).
nas (al-Farq baina l-Firaq, hlm. 301).
d)
Mengutamakan Sunnah Sahabat dari Sunnah Nabi Saw seperti membuang perkataan
Haiyy ‘Ala Khairil l-’Amal di dalam azan dan iqamah oleh khalifah Umar,
sedangkan pada waktu Nabi hal itu merupakan sebagian dari azan dan iqamah.
Begitu juga Khalifah Umar telah menambahkan perkataan al-Salah Kherun mina l-Naum
(al-Halabi, al-Sirah, Cairo, 1960, II, hlm. 110).
e)
Kehormatan Sahabat tidak boleh dinilai oleh al-Qur’an, kerana mereka berkata:
Semua sahabat adalah adil (walaupun bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah
Nabi Saw).
f)
Menilai kebenaran Islam adalah menurut pendapat atau kelakuan Sahabat, dan
bukan al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Mereka berkata kebenaran berada di lidah
Umar. Kerana itu mereka berpegang kepada pendapat Khalifah Umar yang mengatakan dua orang saksi lelaki di dalam talak
tidak dijadikan syarat jatuhnya talak. Sedangkan Allah (swt) berfirman dalam
Surah al-Talaq (65): 3, terjemahannya, ” dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi yang adil.” Mereka juga berkata,” Iman Abu Bakr jika ditimbang adalah
lebih berat dari iman umat ini.” Sekiranya iman khalifah Abu Bakr itu lebih
berat dari iman keseluruhan umat ini termasuk iman Umar dan Uthman, kenapa
tidak dijadikan kebenaran itu pada lidah Abu Bakr? Di tempat yang lain mereka
berkata,” Nabi Saw tidak segan kepada Abu Bakr dan Umar tetapi beliau malu
kepada Uthman.”
Pertanyaannya,
kenapa Nabi Saw tidak malu kepada orang yang paling berat imannya di dalam umat
ini? Dan kenapa Nabi Saw tidak malu kepada orang yang mempunyai lidah
kebenaran? Pendapat-pendapat tersebut telah disandarkan kepada Nabi Saw dan
ianya bertentangan nas dan hakikat sebenar, kerana kebenaran adalah berada di
lidah Nabi Saw dan al-Qur’an.
g)
Meletakkan Islam ke atas Sahabat bukan Rasulullah (Saw.), mereka berkata: Jika
Sahabat itu runtuh, maka runtuhlah Islam keseluruhannya lalu mereka jadikan
“aqidah” , padahal Sahabat sendiri berkelahi, caci-mencaci dan berperang sesama mereka.
h)
Mengamalkan hukum-hukum Sahabat (Ahkamu-hum) dan Sirah-sirah mereka adalah
menjadi Sunnah Ahli Sunnah (al-Baghdadi, al-Farq baina l-Firaq,hlm. 309),
sekalipun bertentangan dengan nas, kerana “bersepakat” dengan Sahabat adalah
menjadi lambang kemegahan mereka. Mereka berkata lagi:”Kami tidak dapati hari
ini golongan umat ini yang bersepakat atau mendukung semua Sahabat selain dari
Ahlu s-Sunnah wa l-Jama’ah (Ibid,hlm.304). Kerana itu Ahlu l-Sunnah adalah
mazhab yang mementingkan “persetujuan/ kesepakatan” dari Sahabat sekalipun
Sahabat kadang bertentangan dengan nas.
i)
Mempertahankan Sahabat sekalipun Sahabat bertentangan dengan al-Qur’an dan
Sunnah Nabi SAW dengan berbagai cara , Jika seorang pengkaji ingin mengetahui
kedudukan sebenarnya tentang sahabat itu sebagaimana dicatat di dalam buku-buku
muktabar, mereka berkata:” Ini adalah suatu cacian kepada Sahabat sekalipun hal
itu telah ditulis oleh orang-orang yang terdahulu.” Mereka berkata lagi:”Kajian
tersebut adalah bahaya dan merupakan bara pada “aqidah” mereka, jangan
dibiarkan hal itu menular di dalam masyarakat.” Nampaknya mereka sendiri tidak
dapat menilai bahan-bahan ilmiah sekalipun mereka berada di institusi-institusi
pengajian tinggi. Sebaliknya apabila bahan-bahan ilmiah yang mencatatkan
sahabat tertentu yang melakukan perkara-perkara yang bertentangan al-Qur’an,
mereka menganggapnya pula sebagai cerita dongeng. Lihatlah bagaimana mereka
menjadikan sahabat sebagai aqidah mereka walaupun hal itu bukanlah dari rukun
Islam dan rukun Iman!
SYI’AH
: Memihak kepada Sahabat yang benar di dalam menilai sesuatu urusan/ perkara.
AHL-SUNNAH
: Tidak memihak kepada semua sahabat jika terjadi pertengkaran atau peperangan
di kalangan mereka (al-Ibanah, hlm. 12; al-Maqalat, II, hlm. 324).
Kerana
itu pendapat Ahl-Sunnah al-Asy’ari adalah bertentangan dengan firman Allah
(swt) dalam Surah al-Hujurat (49):9, yang terjemahannya, “Dan jika ada dua
golongan dari orang-orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya
itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah,”
Dan juga
bertentangan dengan firmanNya dalam Surah Hud (11): 113, terjemahannya, ” Dan
janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, maka kamu akan disentuh
api neraka.” Kerana itu pendapat al-Asy’ari adalah bertentangan dengan nas kerana tidak ada pengecualian di
dalam mendukung kebenaran.
“SESUNGGUHNYA ALLAH TIDAK AKAN MENGUMPULKAN
UMATKU Di ATAS KESESATAN”
Hadis
di atas membuktikan pendukung Imam Ali tidak sesat :
1.Al Quran tidak dapat difahami dengan tepat tanpa pendampingnya, yakni ahlulbait Rasul yang suci dari kesalahan dalam menafsir
1.Al Quran tidak dapat difahami dengan tepat tanpa pendampingnya, yakni ahlulbait Rasul yang suci dari kesalahan dalam menafsir
2.Adakah
Ali bagian daripada umat ataupun tidak ?
3.Adakah
golongan menentang Abubakar yang terdiri dari Salman, `Ammar, Abu Dhar,
al-Miqdad, Ibn `Ubbad dll termasuk di dalam umat ?
4.Bagaimana
anda berhujah dengan hadis tersebut sedangkan orang seperti mereka telah
membelakangi Abubakar? Sedangkan umat tidak mencela mereka dan persahabatan
mereka dengan Rasulullah adalah baik!
Allah
dan Rasulnya mengangkat Imam Ali sebagai Khalifah setelah Rasulullah di Ghadirkhum.
Pengangkatan tersebut juga disaksikan oleh Abubakar, Umar dan Usman serta
ribuan sahabat lainnya. Ironisnya Abubakar Umar cs melawan pengangkatan Imam
Ali secara sembunyi dengan membuat rapat gelap untuk menjauhkan Imam Ali dari
kedudukannya sebagai khalifah yang sah
Akhir-akhir
ini perbincangan mengenai madzhab Ahlul Bait (Syi’ah) sedang mengharu-biru.
Bermula dari maraknya kontroversi mengenai nikah mut’ah, yang dianggap sebagai
nikah yang dibolehkan madzhab Syi’ah, sampai kepada rekomendasi pelarangan
madzhab tersebut di tanah air. Sayangnya, dilihat sebagai suatu wacana,
perbincangan tersebut lebih diwarnai emosi dan dipenuhi stereotif yang kurang
bertanggung jawab. Kajian yang berwawasan, apalagi yang memberi ruang kepada
Syi’ah untuk memunculkan perspektifnya, mungkin belum terbuka. Oleh kerananya,
menutup kekurangan yang ada, tulisan ini hendak menjelaskan satu perspektif
penting Syi’ah, yang berlainan dengan madzhab Ahlu Sunnah wal-Jama’ah (Sunni).
Yakni, perspektifnya mengenai shahabat Nabi saw. Perspektif ini secara historis
merupakan cikal bakal lahirnya gerakan Syi’ah sendiri.
Berbeda
dengan Sunni, yang cenderung tidak membuat penggolongan, Syi’ah mengelompokkan
shahabat Nabi saw menjadi empat kelompok. Pengelompokannya itu sendiri
didasarkan kepada nilai ‘keadilan’ yang dipraktekkan shahabat semasa Nabi saw
hidup hingga menjelang wafatnya. Yang pertama dari kelompok tersebut adalah
shahabat yang sangat istimewa, yang juga dikenal dengan istilah Ahlul Bait Nabi
saw. Yakni mereka yang kerana kekerabatan mereka dengan nabi, ketinggian akhlak
dan kemurnian jiwa yang dimiliki dan kekhususan yang telah dikaruniakan Allah
dan rasul-Nya kepada mereka hingga tiada satu pun orang yang dapat
menyainginya.
Kedua
adalah kelompok shahabat yang baik yang telah mengenal Allah dan Rasul-Nya
dengan pengetahuan yang sempurna. Ketiga adalah kelompok shahabat yang memeluk
Islam dan ikut Rasulullah kerana suatu tujuan, baik menginginkan sesuatu atau
takut pada sesuatu. Dan yang terakhir adalah kelompok munafik yang “menemani”
Rasul kerana ingin memperdayakannya.
Kerana
adanya kondisi dan motif yang berbeda tersebut, Syi’ah menyatakan bahawa tidak
semua shahabat adalah adil. Masyarakat muslim tidak sepatutnya menjadi buta
tuli terhadap apa yang pernah diperbuat seorang shahabat, terutama dosa dan
kezalimannya. Di lain pihak, Sunni berpendapat bahawa para shahabat Nabi saw
adalah sama dan sejajar baik dalam kedudukan maupun dalam keadilannya terhadap
Islam.
Dan tidak seorang pun di antaranya yang diistimewakan, tak terkecuali istri-istri, anak-anak, menantu dan keluarga lain Nabi saw sendiri.
Dan tidak seorang pun di antaranya yang diistimewakan, tak terkecuali istri-istri, anak-anak, menantu dan keluarga lain Nabi saw sendiri.
Penggolongan
shahabat kalaupun dikenal dalam tradisi Sunni hanya bersifat generatif. Artinya
dilihat dari kedekatannya dengan Nabi dalam segi waktu. Sehingga
penggolongannya dibagi menjadi golongan shahabat, tabi’in, tabi’at-tabi’in dst.
Sebagian membaginya berdasarkan mula pertama masuknya para shahabat ke dalam
Islam, seperti tingkatan as-Sabiqun al-Awwalun. Dan ada juga yang membagi bahawa
Empat Khulafa’ Rasyidin, yakni Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman dan Ali,
pada tingkatan yang paling atas dari sekalian shahabat, disusul kemudian oleh
enam shahabat lain yang dijamin masuk sorga.
Untuk
menjadi wacana yang ‘benar’ dan bermanfaat, tentunya perspektif Syi’ah mengenai
shahabat tersebut secara intelektual haruslah mendapatkan sekaligus legitimasi,
baik yang bersifat historis maupun futuris. Legitimasi historis mengandaikan
bukti intelektual. Yakni adanya indikator untuk menetapkan bahawa ’sejarah’
yang bersangkutan memang ada. Sedangkan legitimasi futuris mensyaratkan bahawa
perspektif itu mempunyai implikasi penting sedikitnya bagi masa depan
pencerahan Islam, terutama selepas Nabi saw wafat.
Tentang
indikasi ketidakadilan menurut Syi’ah dapat dilihat dari beberapa peristiwa
berupa pembangkangan, penjatuhan wibawa Nabi, dan yang terpenting adanya
penghalangan terhadap Nabi untuk menegaskan wasiatnya dalam bentuk tertulis. Di
antara peristiwa tersebut, misalnya peristiwa Perdamaian Hudaibiyah. Sebagian
shahabat tidak senang atas penerimaan Nabi saw terhadap persyaratan yang
diajukan kafir Quraisy. Umar bin Khattab sampai mendatangi Nabi saw dan
berkata: “Apakah benar bahawa engkau adalah Nabi Allah yang sesungguhnya?”.
Kemudian setelah berdebat dengan Nabi saw, mengulangi perkataan itu kepada Abu
Bakar. Dan ketika beliau menyuruh menyembelih binatang korban yang dibawa para
shahabat serta perintahnya untuk mencukur rambut, tidak satu shahabat pun yang
mematuhi.
Selanjutnya
bentuk ketidakadilan lain dapat dilihat dari adanya motif politis yang
menghalang-halangi Nabi saw mengukuhkan wasiatnya agar dituliskan di atas
kertas.
Peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Tragedi Hari Khamis itu, terjadi tiga hari menjelang Nabi saw wafat. Para shahabat berselisih. Sebagian mereka enggan mematuhi Nabi saw, dan bahkan menuduhnya telah meracau sampai Nabi marah sekali dan mengusir mereka dari rumahnya tanpa menuliskan apa-apa. Perkataan Umar Bin Khattab yang menyatakan, bahawa “Nabi sudah terlalu sakit sementara Al-Qur’an ada di sisi kalian, maka cukuplah bagi kita Kitabullah”, menurut Syi’ah merupakan bentuk langsung penolakan hadits Nabi. Yakni yang menyuruh para shahabat berpegang kepada Kitabullah dan Itrah Ahlul Bait Nabi.
Peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Tragedi Hari Khamis itu, terjadi tiga hari menjelang Nabi saw wafat. Para shahabat berselisih. Sebagian mereka enggan mematuhi Nabi saw, dan bahkan menuduhnya telah meracau sampai Nabi marah sekali dan mengusir mereka dari rumahnya tanpa menuliskan apa-apa. Perkataan Umar Bin Khattab yang menyatakan, bahawa “Nabi sudah terlalu sakit sementara Al-Qur’an ada di sisi kalian, maka cukuplah bagi kita Kitabullah”, menurut Syi’ah merupakan bentuk langsung penolakan hadits Nabi. Yakni yang menyuruh para shahabat berpegang kepada Kitabullah dan Itrah Ahlul Bait Nabi.
Kemudian
dua hari menjelang wafat Nabi saw, sebagian shahabat kembali mencela perintah
Nabi. Yakni dalam pengangkatan Usamah sebagai komandan ekspedisi untuk
memerangi Roma. Menurut para shahabat, bagaimana mungkin Nabi mengangkat orang
yang baru berumur delapan belas tahun menjadi komandan para shahabat besar.
Nabi saw sampai mengulang-ulang perintahnya, namun para shahabat tetap enggan
dan bermalas-malasan di Jurf.
Itulah
beberapa peristiwa yang tercatat dalam sejarah Islam. Penting dikemukakan di
sini bahawa peristiwa-peristiwa di atas tidak hanya diberitakan oleh
sumber-sumber Syi’ah. Shahih Bukhari dan Muslim, yang notabene merupakan sumber
terpercaya madzhab Sunni, pun memberitakannya. Mengenai hal ini, DR Muhammad
al-Tijani al-Samawi, seorang Wahabi Tunisia yang kemudian menjadi pengikut
Syi’ah, mempunyai komentar. Bahawa seandainya orang alim Syi’ah menukilnya dari
kitab mereka sendiri, maka aku tidak akan mempercayainya sama sekali. Namun
ketika ia nukil dari kitab shahih Ahlu Sunnah sendiri, maka tak ada jalan untuk
mencelanya.
Maksud
Syi’ah selalu memunculkan peristiwa-peristiwa seperti disebutkan di atas tentu
sudah umum diketahui, bahawa yang berhak atas kepemimpinan selepas Nabi adalah
Ali bin Abi Thalib. Ali memenuhi kriteria sebagai Itrah Ahlul Bait Nabi yang keadilannya
(keutamaannya) tidak disangsikan lagi. Dibandingkan para shahabat lain, orang
pasti kesulitan untuk mencari cela, dosa dan kezaliman Ali. Namun sejarah telah
berbicara lain, di kala keluarga Ali sibuk mengurus jenazah Nabi saw, Abu Bakar
dilantik dengan tergesa-gesa menjadi Khalifah atas prakarsa Umar bin Khattab.
Ali sendiri, bersama istrinya Fatimah, putri tercinta Nabi, terpaksa memberikan
bai’at atas pengangkatan itu setelah diancam akan dibakar rumahnya.
Sejarah
telah berlalu, namun perspektif Syi’ah untuk tetap berpegang pada Itrah Ahlul
Bait Nabi dan keadilannya sampai kini tentu mempunyai raison d’etre. Maka
sampailah kita kepada persoalan mengenai persyaratan bahawa suatu perspektif
mesti mempunyai implikasi untuk menjadi bermanfaat. Tentang hal ini dijawab
oleh Syi’ah dengan berbagai fenomena yang terjadi di dunia Sunni. Yang
terpenting dan saling berhubungan di antaranya adalah bahawa hilangnya
perspektif keadilan para shahabat berpengaruh pada manipulasi data, distorsi
penafsiran serta peminggiran wacana dan keteladanan dalam Islam. Hal tersebut
bisa dilihat dari hilangnya wacana mengenai peristiwa-peristiwa penting yang
terjadi di akhir masa hidup Nabi, yang sudah tentu dalam perspektif Syi’ah
dapat menjelaskan keberpihakannya kepada Ali. Bahkan pemberitaan mengenai
peristiwa di akhir masa hidup Nabi dalam dunia Sunni cenderung ditutup-tutupi
dengan alasan “menjaga segala kemuliaan para shahabat”.
Konsekuensi
lain adalah pengaruhnya atas kualiti kepemimpinan selepas Nabi. Menurut Syi’ah,
Sunni pasti kesulitan untuk mencari alasan, bilamana dipertanyakan tentang apa
dasar dan alasan keabsahan khilafah Abubakar misalnya. Tidak demikian apabila
pertanyaan semacam itu dipertanyakan kepada Syi’ah atas penetapannya pada
khilafah Ali, yang alasan dan dasarnya terdapat dalam Al-Qur’an maupun Sunnah.
Oleh kerananya khilafah selepas Nabi versi Sunni kehilangan legitimasinya
ketika ia dikembalikan pada Al-Qur’an dan Sunnah. Yang berkembang kemudian
dalam pemikiran politik Sunni adalah ijtihad tanpa dasar dengan alasan yang
semena-mena.
Contoh paling ekstrim mengenai ini adalah tragedi pembantaian cucu Nabi, Husein, oleh pasukan Yazid bin Muawiyah. Atas pembantaian itu Sunni cukup memberi alasan bahawa Yazid sedang berijtihad. Bilamana ia benar maka mendapat dua pahala, sedangkan bilamana salah mendapat satu pahala. Padahal terdapat Sunnah Nabi yang menyuruh kaumnya untuk mencintai ahlul bait Nabi. Kesimpulan Syi’ah mengenai hal ini adalah bahawa Sunni telah mengalahkan Sunnah Nabi dengan ijtihadnya.
Contoh paling ekstrim mengenai ini adalah tragedi pembantaian cucu Nabi, Husein, oleh pasukan Yazid bin Muawiyah. Atas pembantaian itu Sunni cukup memberi alasan bahawa Yazid sedang berijtihad. Bilamana ia benar maka mendapat dua pahala, sedangkan bilamana salah mendapat satu pahala. Padahal terdapat Sunnah Nabi yang menyuruh kaumnya untuk mencintai ahlul bait Nabi. Kesimpulan Syi’ah mengenai hal ini adalah bahawa Sunni telah mengalahkan Sunnah Nabi dengan ijtihadnya.
Lebih
jauh lagi adalah adanya peminggiran wacana dan keteladan Ahlul Bait Nabi. Siti
Fatimah, yang oleh Nabi sendiri digelari “ibu bagi ayahnya” kerana kecintaan
dan ketakdhiman putrinya tersebut kepada beliau, jarang sekali menjadi rujukan
dan kajian di dalam Sunni. Adanya pembekuan madzhab fiqh menjadi empat madzhad
di dalam Sunni, yakni Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hambali, menurut Syi’ah
adalah juga konsekuensi langsung dari peminggiran Ahlul Bait Nabi. Padahal ada
sumber penting yang lebih dekat, baik secara kekerabatan maupun waktu, yakni
Imam Jafar al-Shadiq, yang tidak lain adalah cicit Nabi dari keturunan Fatimah.
Bahkan sejarah sendiri mencatat bahawa keempat imam madzhab merupakan
murid-murid Imam Jafari’, sehingga Imam Jafari’ digelari “guru para imam”.
Dari
uraian di atas, dengan demikian menjadi jelas bagi Syi’ah, bahawa perspektif
mengenai keadilan para shahabat mempunyai legitimasi sejarah maupun masa depan.
Dan perspektif itu baginya tidak hanya berhenti dalam masalah khilafah Ali
saja. Pada kenyataan historis dan sosiologis, eliminasi perspektif itu akan
berpengaruh pada ruang waktu yang lebih luas, serta pencerapan kebenaran Islam
yang lebih dalam. Wallahua’lam
Komen: Kalau semua sahabat rasulullah udul (Adil) yang mereka buat
semuanya betul kamu kena ikut, Ini amat lucu mengapa ada surah munafikun. Cuba
perhatikan Firman Allah :
﴿وَمِمَّنْ حَوْلَكُم
مِّنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ ۖ وَمِنْ
أَهْلِ الْمَدِينَةِ ۖ مَرَدُوا عَلَى
النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ ۖ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ ۚ سَنُعَذِّبُهُم
مَّرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَىٰ عَذَابٍ عَظِيم﴾
101. Dan di antara orang-orang Yang di sekeliling kamu dari orang-orang "A'raab" ada Yang bersifat munafik dan (demikian juga) sebahagian dari penduduk Madinah; mereka telah berkeras Dengan sifat munafik; Engkau tidak mengetahui mereka (bahkan) Kamilah Yang mengetahui mereka. Kami akan azabkan mereka berulang-ulang, kemudian mereka dikembalikan kepada azab Yang besar. (Al-Taubah 9:101)
Mereka telah menolak ayat Quran yang cukup jelas
Ke 6- Dr Harun Din: Aisyah yang paling kufur sekali.(menempelak
Syiah)
Mengenai Sayyidatuna Aisyah dan Hafsah, Allah swt telah memberi teguran
yang keras kepada mereka berdua supaya tidak menentang / mendurhakai Rasulullah
(s.a.w) walau dengan cara apapun di dalam firman-Nya Surah al-Tahrim (66): 4-5
﴿إِن تَتُوبَا إِلَى اللَّـهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوبُكُمَا ۖ وَإِن
تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّـهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ
الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ
ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ * عَسَىٰ رَبُّهُ إِن
طَلَّقَكُنَّ أَن يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِّنكُنَّ مُسْلِمَاتٍ
مُّؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ
وَأَبْكَارًا﴾
“Jika
kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya, hati kamu berdua telah
condong (untuk menerima kebenaran); dan jika kamu berdua saling bantu-membantu
menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah menjadi Pelindungnya dan (juga)
Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain itu malaikat-malaikat
adalah penolongnya”. Boleh jadi, jika Nabi menceraikan kamu, Tuhannya
akan menggantikan baginya isteri-isteri Yang lebih baik daripada kamu, - Yang
menurut perintah, Yang ikhlas imannya, Yang taat, Yang bertaubat, Yang tetap
beribadat, Yang berpuasa, - (meliputi) Yang janda dan Yang anak dara.
Ayat ini adalah mengenai Sayyidah Hafsah dan Sayyidah Aisyah (Riwayat
Ahmad, al-Musnad,i, hlm.33, al-Muttaqi al-Hindi, al-Kunz al- ‘Umal, i, 209).
Teguran ini sangat keras kepada mereka berdua. Sepatutnya mereka duduk saja di rumah dan tidak keluar rumah apatah lagi berperang menentang Khalifah Ali as di mana Rasulullah (s.a.w) bersabda: “Aku berdamai dengan mereka yang berdamai dengan Ali dan berperang dengan mereka yang berperang dengan Ali” (al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm.69).
Teguran ini sangat keras kepada mereka berdua. Sepatutnya mereka duduk saja di rumah dan tidak keluar rumah apatah lagi berperang menentang Khalifah Ali as di mana Rasulullah (s.a.w) bersabda: “Aku berdamai dengan mereka yang berdamai dengan Ali dan berperang dengan mereka yang berperang dengan Ali” (al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm.69).
Akibatnya16 ribu para sahabat dan para tabi‘in terbunuh di dalam
peperangan Jamal sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al Ahzab (33):33
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا
تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu berhias (mendedah aurat) seperti orang-orang jahiliah dahulu”
Soalannya: Adakah dia seorang ibu mithali apabila menyebabkan
anak-anaknya terbunuh?
Bandingkan firman Tuhan kepada isteri Nuh dan isteri Lut di dalam Surah al-Tahrim (66):10
Bandingkan firman Tuhan kepada isteri Nuh dan isteri Lut di dalam Surah al-Tahrim (66):10
ضَرَبَ اللَّـهُ مَثَلًا
لِّلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا
تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا
عَنْهُمَا مِنَ اللَّـهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ ﴿١٠﴾
“Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, isteri Nuh dan isteri Lut. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang soleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua-dua isteri itu berkhianat kepada kedua-dua suami mereka berdua, tetapi kedua-dua suami mereka berdua tidak dapat membantu mereka berdua sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada kedua-dua isteri itu), “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)”
Di dalam ayat di atas isteri nabi Lut dan isteri nabi Nuh tidak dapat
diselamatkan oleh suami mereka berdua walaupun mereka berdua adalah isteri nabi
karena mereka berdua telah mengkhianati suami mereka berdua. Justeru itu
menjadi isteri nabi bukanlah jaminan untuknya di sisi Allah sekiranya dia mengkhianatinya
dan melanggar Sunnahnya.
Ke 7- Dr Harun Din: Mereka telah menolak ayat Quran yang cukup
jelas. Ayat Quran yang mengatakan,
وَمَن يُشَاقِقِ
الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ
الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖوَسَاءَتْ
مَصِيرًا ﴿١١٥﴾
Dan sesiapa yang berhujah (menentang) Rasul
sesudah terang nyata kepadanya kebenaran pertunjuk (yang dibawanya), dan ia
pula mengikut jalan Yang lain dari jalan orang-orang Yang beriman, Kami
akan memberikannya Kuasa untuk melakukan (kesesatan) Yang dipilihnya, dan (pada
hari akhirat kelak) Kami akan memasukkannya ke Dalam neraka jahanam; dan neraka
jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (An-Nisa’ 4:115)
Mengapa perkataan سَبِيلِ
الْمُؤْمِنِينَ diterjemah dengan ijmak sedangkan
terjemahannya orang-orang Yang beriman.
Ibn Mardawaih, di dalam penerangannya pada bab ini, telah menunjukkan
bahawa"... yang berhujah dengan Rasul" dalam kontek ini bererti untuk
menentang baginda mengenai Ali (as), dan Petunjuk yang dirujuk dalam ayat
ini"... setelah Petunjuk diperjelaskan kepada dia..‘ adalah Petunjuk yang
diberikan oleh Ali [as]. Di dalam buku Tafsir, al-`Ayyashi menyatakan
sesuatu seakan-akan sama dengan yang ini, dan di dalam sahih yang
disampaikan berturutan dari punca keturunan yang disucikan, pada menyebut
bahawa ‘Jalan bagi mereka yang beriman’ adalah jalan keturunan mereka [as]
Ini satu contoh dalil Mazhab syiah menggunakan dalil Sunnah:
Surah An Nisa ayat 59 - Perintah Mentaati Ulil Amri
﴿ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّـهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ﴾
"Hai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah, dan taatlah kamu kepada Rasul-Nya dan Ulil Amri kamu."
Yang dimaksud "Ulil Amri" dalam ayat ini adalah Ali dan para
Imam dari keturunannya.
-Imam Ali bin Abi Tholib AS (40 H)
-Imam Hasan bin Ali al-Mujtaba AS ( 50 H)
-Imam Husein bin Ali asy-Syahid AS (61 H)
-Imam Ali Bin Husein Zainal Abidin as-Sajjad AS (95 H)
-Imam Muhammad bin Ali al-Baqir AS (114 H)
-Imam Ja'far bin Muhammad ash-Shodiq AS (148 H)
-Imam Musa bin Ja'far al-Kadhim AS (183)
-Imam Ali bin Musa ar-Ridho AS (203)
-Imam Muhammad bin Ali al-Jawad AS (220 H)
-Imam Ali bin Muhammad al-Hadi AS (254 H)
-Imam Hasan bin Ali al-Askari AS (260 H)
-Imam Abul Qasim Muhammad bin Hasan al-Mahdi AFS (lahir 15 Sya'ban 255 H dan masih hidup)
LIHAT RUJUKAN KITAB SEBAGAI RUJUKAN DARI AHLU SUNNAH WAL JAMA'AH :
-Imam Ali bin Abi Tholib AS (40 H)
-Imam Hasan bin Ali al-Mujtaba AS ( 50 H)
-Imam Husein bin Ali asy-Syahid AS (61 H)
-Imam Ali Bin Husein Zainal Abidin as-Sajjad AS (95 H)
-Imam Muhammad bin Ali al-Baqir AS (114 H)
-Imam Ja'far bin Muhammad ash-Shodiq AS (148 H)
-Imam Musa bin Ja'far al-Kadhim AS (183)
-Imam Ali bin Musa ar-Ridho AS (203)
-Imam Muhammad bin Ali al-Jawad AS (220 H)
-Imam Ali bin Muhammad al-Hadi AS (254 H)
-Imam Hasan bin Ali al-Askari AS (260 H)
-Imam Abul Qasim Muhammad bin Hasan al-Mahdi AFS (lahir 15 Sya'ban 255 H dan masih hidup)
LIHAT RUJUKAN KITAB SEBAGAI RUJUKAN DARI AHLU SUNNAH WAL JAMA'AH :
Yanabi'ul Mawaddah, oleh Syaikh Sulaiman Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman 134 dan 137, cet,. Al-Haidariyah; halaman 114 dan 117, cet. Islambul. Syawahidut Tanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 1, halaman 148, hadis ke 202, 203 dan 204. Tafsir Ar-Razi, jilid 3, halaman 357. Ihqaqul Haqq, oleh At-Tastari, jilid 3, halaman 424, cet. Pertama, Teheran. Faraid As-Samthin, jilid 1, halaman 314, hadis ke 250.
Nasihat saya
kenali musuh Islam. Saya telah bawakan 5 Ulamak Sunni dan 3 Ulamak Syi’i yang
tidak sama dengan pendirian tuan dan baru-baru ini Ustaz Ahmad Awang Dalam Blognya mengajak Ulamak Malaysia sama membaca Fatwa-fatwa dalam bahasa Arab supaya
tidak merobek persaudaraan Sunni Syi’i dan perpaduan dan jangan termakan
daiayah Wahabi yang bersekongkol dengan Israel dan Amerika agen Dajjal
laknatullah ‘alaihim ajmain.
Wassalam
No comments:
Post a Comment