Friday 28 May 2021

Kuliah 9: Keempat Menolak Aushiak Rasulullah (sawas)

Kuliah 9: Keempat Menolak Aushiak Rasulullah (sawas)

Sambungan Kuliah Penyelewengan Umat Islam Dari Jalan Yang Lurus

1. Penyelewengan (Tahrif) Dalam Al-Quran

2.Penetapan Syari’at berdalilkan (berlandaskan) ‘Akal

3. ‘Aqaid (Akidah-akidah)

4. Menolak Aushiak Rasulullah (sawas)

رابعاً: الإعراض عن أوصياء النبي) ص (

Pada kenyataannya, As-Sunnah telah menolak Imam-imam (Aimmah) (as), dan tidak menerima mereka dan tidak merujuk kepada mereka dalam al-Mutasyabihat.

Mengenai Imam Mahdi (as) mereka menolak samada pada zaman Ghaibah Sughra (kecil) atau pada zaman Ghaibah Kubra (besar), dan hampir-hampir hanya Syiah yang lebih mengutamakannya dari mereka dalam menyebutnya (mengingatnya).

WASHI     

Washi adalah seseorang yang dapat menunaikan seluruh urusan orang yang memberikan wasiat kepadanya, kecuali dalam urusan tertentu yang diwasiatkan kepadanya yang ia hanya memiliki hak untuk menunaikannya dalam masalah itu saja.

لِكُلٍّ نَبِيٍ وَصِيٌّ

Setiap nabi memiliki washi

Sejak Nabi Adam (as) washi-washi atau aushiak wujud dan hidup bersama nabi dan kemudian dilantik oleh Allah sebagai pemegang wasiat.

Telah diceritakan oleh Allah dalam Al-Quran anak-anak nabi selalu merebut lantikan washi yang dilantik oleh Allah. Cerita mudah Qabil membunuh Habil. Kerana Habil dilantik sebagai washi.

Sebab itulah cerita ini diselewengkan kepada perebutan Isteri

Yusuf washi Ya’qub (as) kerana lantikannya melalui mimpi Yusuf lalu hendak dibunuh oleh 10 saudaranya, pada hal mereka adalah anak-anak nabi Ya’qub.

Washi Nabi Muhammad (S), Ali rumahnya hendak dibakar dia sendiri diikat dan diheret ditanah dipaksa membai’ah jawatan yang dirampas darinya  oleh para sahabat Rasulullah sendiri. Sedangkan mereka sendiri mendengar sejak dari tahun tahun-tahun awal kerasulan.

Ada terlalu banyak hadits dan fakta sejarah mengenainya.

 

1. Hadits Yaum Al-Dâr

Khilâfah Rasulullah (S) dan kepemimpinan umat Islam bukan merupakan sebuah masalah yang didiamkan oleh Rasulullah (S) hingga akhir hayatnya dan meninggal tanpa ada menjelaskan umat Islam dengan masalah kepemimpinan (imâmah) dan khilâfah.

1.Tatkala ayat

﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ اْلأَقْرَبِينَ﴾

Dan berikanlah peringatan kepada kerabat terdekatmu (QS. Asy-Syua’ara 26:214) turun pada tahun ketiga bi3-tsah, (kerasulan)

Baginda meminta Imam Ali (as) datang kepadanya dan bersabda,

Aku diperintahkan Tuhanku untuk mengajak para kerabatku kepada Islam. Siapkanlah makanan dan semangkuk susu, dan undanglah Bani Abdul Muththalib supaya aku dapat menjalankan tugas yang dipikulkan di pundakku kepada mereka.‛

Imam Ali (as) berkata: Aku mengundang seluruh Bani Abdul Muththalib yang jumlahnya lebih-kurang empat puluh orang.

Makanan yang telah disiapkan, aku hidangkan.

Mereka menyantap hidangan makanan dan meminum susu.

Akan tetapi, makanan dan susu yang ada tidak berkurang-kurang. Manakala Nabi (S) ingin menyampaikan pidato kepada mereka,

Abu Lahab berkata, ‘Muhammad telah melakukan sihir kepada kalian.’ Majelis pun bubar sebelum Nabi (S) menyampaikan pidatonya.

Pada keesokan harinya, Nabi (S) memerintahkan untuk mengundang mereka kembali dan menyiapkan makanan dan susu untuk mereka.

Ketika mereka telah berkumpul dan selesai menyantap hidangan, Nabi (S) angkat bicara dan bersabda, Wahai Bani Abdul Muththalib, Demi Allah, aku tidak mengenal seorang Arab yang membawa sesuatu yang lebih baik dari yang aku bawa kepada kalian.

Aku membawa sesuatu yang berharga bagi dunia dan akhirat kalian dan Tuhanku menitahkan kepadaku untuk mengajak kalian kepadanya (Islam).

Siapakah di antara kalian yang sedia membantuku dalam menjalankan tugas ini?’

Aku (Ali) yang saat itu adalah orang yang paling muda di antara hadirin, berkata, ’Wahai Rasulullah! Aku siap membantumu dalam menjalankan tugasmu.’

Rasulullah (S) merangkul leherku dan bersabda, ’Inilah saudara, washi dan khalifahku di antara kalian. Dengarkanlah ia dan taatilah perintahnya.’

Pada saat-saat itu, seluruh hadirin berdiri dan sembari tertawa, mereka berkata kepada Abu Thalib, ’Keponakanmu memerintahkanmu untuk menaati Ali (anakmu).’‛[ [92]Kanz Al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 131, hadis ke-36419 dan hal. 149, hadis ke-36465; Târikh Thabari, jilid 2, hal. 62.]

Menurut sebuah riwayat Rasulullah (S) mengulang tiga kali 93]

 

2. Hadis Manzilah

 

Dalil lain yang menunjukkan khilâfah Hadrat Ali As adalah hadis manzilah. Hadis manzilah merupakan hadis yang paling masyhur yang disabdakan oleh Nabi (S) dan para sahabat beliau meriwayatkan hadis tersebut.

Ibn Asakir dalam kitab Târikh Dimasyq [94] meriwayatkan hadis ini dari tiga puluh dua orang sahabat melalui jalan dan sanad yang berbeda.

Dari hadis ini berulang-ulang disampaikan oleh Nabi Saw,

tetapi yang paling masyhur di antaranya adalah yang disampaikan pada ghizwah Tabuk (ghizwah adalah perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah Saw, AK).

Ali ditinggal di Madinah sebagai wakilnya.

Perang Tabuk merupakan perang yang di dalamnya Imam Ali tidak menyertai Nabi (S) Oleh sebab itu, sangatlah sukar baginya untuk tinggal di Madinah sementara Nabi (S) berangkat ke medan laga.

Tatkala pasukan beranjak meninggalkan Madinah, ia datang menghadap kepada Nabi (S) dan berkata, ‚Apakah engkau meninggalkan aku di Madinah bersama para wanita dan anak-anak?‛ Dalam menjawab pertanyaan Hadrat Ali, beliau bersabda:

أَما تَرْضَى أنْ تَكُونَ مِنٍّي بِمَنْزِلَةِ هارُونَ مِنْ مُوسَى إلاَّ أنَّوُ لاَ نَبِيَ بَعْدِي

‚Apakah engkau tidak ridha kedudukanmu bagiku laksana kedudukan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku?‛[95]

Kita jumpai dalam Al-Quran bahwa hubungan Harun bagi Musa memiliki lima relasi: Saudara, mitra dalam nubuwwah (kenabian), wazir dan penolong, pendukung[96] ; khalifah dan washi.[97]

[96] وَاجْعَل لِّي وَزِيرًا مِّنْ أَهْلِي * هَارُونَ أَخِي * اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي * وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي

‚Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku. (Yaitu) Harun, saudaraku. Teguhkanlah dengan ia kekuatanku. Dan jadikanlah ia sekutu dalam urusanku. (QS. Thaha [20]:29 – 32)

[97] وَقَالَ مُوسَىٰ لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ

"Dan berkata Musa kepada saudaranya Harun, Gantikanlah  (Akhlif-ni) aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah engkau mengikuti orang-orang yang membuat kerusakan.‛ (QS. Al-A’raf 7: 142)

 

Oleh karena itu, Hadrat Ali juga memiliki lima relasi dengan Nabi (S) lantaran ia memilih Ali dan bersabda,

Engkau adalah saudaraku dunia dan akhirat.‛[98] Ia adalah mitra Rasulullah (S) dalam menyampaikan pesan Ilahi, lantaran Nabi (S) bersabda,

Tidak ada yang menyampaikan pesan Ilahi kecuali aku dan Ali.‛[99] Ali adalah wazir Nabi (S) karena Nabi (S) bersabda,

Ali adalah wazirku.‛[100] Ali adalah penolong Nabi (S) lantaran Allah Swt menolong Nabi (S) dan Hadrat Ali As.[101] Dan Hadrat Ali adalah khalifah Rasulullah Saw; karena Nabi (S) memilih Imam Ali As sebagai khalifahnya.[102]

 

3. Hadis Wishâyah dan Wirâtsah

 

Rasulullah (S) bersabda:


لِكُلٍّ نَبِيٍ وَصِيٌّ وَوَارِثٌ وَإنَّ عَلِياًّ وَصِيٍّي وَوَارِثي

Setiap nabi memiliki washi dan warits dan Ali adalah washi dan warits bagiku. ‛[103 [103]Târikh Dimasyq, jilid 3, hal. 5, Hadits ke-1030 & 1031 dan Manâqib ibn Maghâzali, hal. 200, Hadits ke-238.]

Ia bersabda lagi:

أنَا نَبِيُّ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَعَلِيٌّ وَصيٍّي في عِتْرَتيِ وَأىْلِ بيتي وأمَّتي مِنْ بعْدِي

‚Aku adalah rasul umatku dan Ali adalah washi bagiku di kalangan keluarga dan umatku selepasku.‛[ [104]Farâidh Al-Simthain, jilid 1, hal. 272, bab 52, Hadits ke-211.]

Dan bersabda:            

عَلِيٌّ أخِي وَوَزِيرَي وَوارِثِي وَوَصِيٍّي وَخَلِيفَتي في أُمَّتي

‛Ali adalah saudara, wazir, wârits, washi, dan khalifahku di kalangan umatku.‛[ Ibid., hal. 315, bab 58, Hadits ke-25.]

4. Ali adalah Wali Mukminin

 

Setiap saat Nabi (S) bersua dengan seseorang yang bersikap kurang ajar kepada Ali, atau orang-orang jahil yang mengadu kepada Nabi Saw, ia bersabda:

ما تُرِيدُونَ مِنْ عَليٍّ ، إنَّ عَليّاً مِنّي وَأنا مِنْه وَهُوَ وَليُّ كُلُّ مُؤمِنٍ بَعدِي

‚Apa yang engkau inginkan dari Ali, Ali adalah dariku dan Aku dari Ali. Ali adalah pemimpin kaum Mukminin selepasku.‛[108]

 

5. Hasil-hasil Kepemimpinan Ali dalam Sabda Nabi Saw

 

Kapan saja para sahabat berbincang dengan Nabi (S) ihwal khalifah dan pemimpin umat pasca Nabi Saw, ia menyampaikan – menurut beberapa riwayat berkeluh sendu duhai – sebagai hasil dan buah kepemimpinan Ali As.

Sebagai contoh, Nabi (S) bersabda:

إنْ وَلَّيتُمُوها علياً وجدتموه هادياً مَهدياً يَسلُكُ بِكم على الطريق المستقيم

‚Apabila kalian menyerahkan khilâfah kepada Ali, kalian melihatnya bahwa ia adalah seorang pembimbing dan terbimbing, yang membawa kalian ke jalan yang benar.‛[109]

أما والذي نفسي بيده لئن أطاعوه لَيَدْخُلُّن الجنة أجمعين أكتعين

‚Demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, apabila mereka menaati Ali As, seluruhnya, seluruhnya akan memasuki firdaus.‛[110]

إن تستخلفوا علياً ولا أراكم فاعلين تجدوه هادياً مَهدي اًيحملكم على المحجة البيضاء .

‚Apabila kalian menjadikan Ali sebagai khalifah – dan aku kira kalian tidak akan melakukan hal itu – kalian telah melihatnya bahwa ia adalah orang yang terbimbing yang akan membawamu ke jalan utama.‛[111]

 

6. Khilâfah Intishâbi Ali As

Pada bagian sebelumnya, dalam menjelaskan hadis Al-Ghadir, kita berkata bahwa Rasulullah (S) memperkenalkan Ali sebagai penggantinya adalah perintah dari Allah Swt. Sekarang kita akan menukil sebuah riwayat yang akan menjelaskan masalah (matlab) ini dengan baik.

Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, ‚Pada malam mikraj, tatkala aku sampai pada derajat puncak kedekatan, aku berdiri di haribaan Tuhanku, Dia berfirman, ’Wahai Muhammad!’ Aku menjawab, ’Labbaik.’ Dia berfirman, ’Apakah engkau telah menguji para hamba-Ku hingga engkau tahu bahwa siapa di antara mereka yang lebih taat?’

Aku menjawab, ’Tuhanku, yang paling taat di antara mereka adalah Ali.’

Dia berfirman, ’Engkau berkata benar, wahai Muhammad! Apakah engkau telah memilih khalifah yang akan menunaikan tugas-tugasmu dan memberikan pengajaran kepada hamba-hamba-Ku ihwal apa yang mereka tidak ketahui tentangnya?’

Aku berkata, ’Tuhanku, pilihkanlah untukku.’

Dia berfirman, ’Aku telah memilih Ali untukmu. Pilihlah ia sebagai washi dan khalifah bagimu.’‛[112]

 

Demikian Nabi (S) bersabda, ‚Allah Swt memilih seorang nabi untuk setiap umat, dan setiap nabi memiliki seorang washi dan khalifah baginya. Aku adalah nabi umat ini dan Ali adalah washiku.‛[113] []

 

7. Ayat Tabligh

 

Nabi (S) menyebut musim haji ini sebagai hajjatul wida’ (haji perpisahan), hajjatul Islâm, hajjatul balâgh (haji penyampaian), hajjatul kamâl (haji sempurna), hajjatul tamâm (haji penghabisan).[21] Dengan selesainya ibadah haji, Nabi (S) bergerak kembali menuju kota Madinah. Tatkala sampai di bumi Rabigh, di tempat yang bernama Khum; Malaikat Jibril As turun, menyampaikan, dan membacakan pesan dari Allah Swt:

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ ۖ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika engkau tidak kerjakan maka engkau tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah memeliharamu dari gangguan manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah [5]:67)[22]

 

Setelah Rasul disampaikan Ayat Tabligh di atas barulah diturunkan Ayat Ikmal Al-Din.

 

A. Kebenaran peristiwa Al-Ghadir dalam perspektif sejarah;

B. Muatan sabda Rasulullah (S) pada khotbah Al-Ghadir.

Di antara para sahabat Rasulullah (S) terdapat 110 sahabat yang meriwayatkan hadis Al-Ghadir ini.

Di antara para tabi’in terdapat 84 orang;

Di antara ulama abad kedua Hijriah terdapat 56 orang;

Di antara ulama abad ketiga Hijriah terdapat 92 orang;

Di antara ulama abad keempat Hijriah terdapat 43 orang;

Di antara ulama abad kelima Hijriah terdapat 24 orang;

Di antara ulama abad keenam Hijriah terdapat 20 orang;

Di antara ulama abad ketujuh Hijriah terdapat 21 orang;

Di antara ulama abad kedelapan Hijriah terdapat 18 orang;

Di antara ulama abad kesembilan Hijriah terdapat 16 orang;

Di antara ulama abad kesepuluh Hijriah terdapat 14 orang;

Di antara ulama abad kesebelas Hijriah terdapat 12 orang;

Di antara ulama abad keduabelas Hijriah terdapat 13 orang;

Di antara ulama abad ketigabelas Hijriah terdapat 12 orang;

Di antara ulama abad keempatbelas Hijriah terdapat 19 orang;

 

 

Kandungan Hadis Al-Ghadir

 

Kalimat yang menjadi saksi pada peristiwa Al-Ghadir dan pada hakikatnya pesan utama Al-Ghadir terkandung di dalamnya adalah sabda Nabi (S) bersabda:

مَنْ كُنْتُ مَوْلاهُ فَعَليٌّ مَولاه

 Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai mawlanya, maka Ali adalah mawlanya.‛

 

Kriteria-kriteria dan Pesanan Rasulullah terhadap Ali (as)

 

1.1. Kecintaan kepada Ali As adalah Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya 

1.2. Mencintai Ali Mendatangkan Kebahagiaan.

1.3. Mencintai Ali adalah Sebuah Amal Saleh.

1.4. Tidak Mencintai Ali Membuat Seluruh Amalan Ditolak 

1.5. Kebencian kepada Ali Tidak Akan Bersatu dengan Kecintaan kepada Rasulullah (S)

1.6. Kebencian kepada Ali Tidak Akan Bersatu dengan Iman 

1.7. Kebencian kepada Ali adalah Kekafiran.

1.8. Kecintaan kepada Ali adalah Alamat Keimanan dan Kebencian kepadanya adalah Alamat Kemunafikan.

2. Menyakiti Ali adalah Menyakiti Rasulullah (S)

3. Mencela Ali adalah Mencela Rasulullah (S)

4. Meninggalkan Ali Meninggalkan Rasulullah (S)

5. Memerangi Ali adalah Memerangi Rasulullah (S)

6. Panji Hidayah.

7. Ali bersama Kebenaran.

8. Kebenaran bersama Ali

9. Ali, hak dan Al-Quran.

10. Ali dan Al-Quran.

11. Ali Laksana Ka’bah.

12. Ali adalah Gerbang Ampunan.

13. Mizan Iman.

14. Pembeda antara Hak dan Batil

15. Tanda Keimanan.

16. Pembahagi Syurga dan Neraka.

17. Surat Izin untuk Melintasi Shirath.

18. Kemenangan dengan Mengikuti Ali

19. Para Syi’ah (Pengikut) Ali di Syurga.

20. Partai yang Meraih Kemenangan.

21. Mengikuti Ali, Terpuji dan Ridha.

22. Mengingat (Dzikir) Ali adalah Ibadah.

23. Memandang Wajah Ali adalah Ibadah.

24. Ali adalah Gerbang Syurga.

25. Pendaran Cahaya Ali di Syurga.

26. Ali adalah Bapa Kaum Muslimin.

27. Menaati Ali

28. Penjaga Rahasia Rasulullah (S)

29. Ali adalah Kepala bagi Rasulullah (S)

30. Gelar-gelar Imam Ali As.

 

Belum lagi kita bawakan hadits-hadits bersangkutan 3itrah dan Ahl Al-Bait yang ......

 

Keengganan menerima Ali sebagai Aushiak dan khalifah Rasulullah (S) setelah kewafatan baginda menyebabkan:

 

1.   Para sahabat nabi bermesyuarat di Tsaqifah, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah, Nabi gelar (syuraa kubra)

2.   Pengurusan jenazah diurus oleh Keluarga terdekat Rasulullah (S) 

3.   Demi memperkuat kedudukan khalifah, mereka merempuh, ingin membakar, menolak keras pintu Rumah Ali (as) mencedarakan Fatimah yang mengandungkan Muhsin (sehingga gugur) mengheret Ali (as) memaksa untuk membai’ah Abu Bakar

4.   Mereka merampas Tanah fadak (milik warits Rasulullah (S))

5.   Mereka melupakan semua pesan dan wasiat tentang Imamah dan Khalifah – penyelewengan yang besar

6.   Setelah Abu Bakar mati Umar dilantik sebagai khalifah dengan jalan wasiat – satu lagi penyelewengan

7.   Ahl Al-Bait Rasulullah (S) hidup terpinggir tanpa kuasa dan ekonomi (kedua-duanya dirampas)

8.   20 tahun lebih Umar menjadi khalifah – Agama Islam terdapat penyelewengan – masa yang cukup lama melemahkan peringatan-peringatan Rasulullah (S)

9.   Umar mati diganti oleh Utsman dengan wasiat licik Umar

10.               Barulah jawatan Khalifah kembali kepada Ali (as)

11.               Sahabat Rasulullah (S) memerangi Ali – perang Jamal

12.               Muawiyah memerangi Ali – perang Siffin

13.               Ali (as) wafat (terbunuh) diganti oleh Al-Hassan (as)

14.               Al-Hassan (as) menyerahkan jawatan Khalifah kepada Muawiyah dan wafat diracun

15.               Umat Islam diperintah oleh Muawiyah – Bani Umaiyah

16.               Imam Ali dikutuk di mimbar .......

17.               Islam sebenar di pimpin oleh Aimmah

18.               Kematian Imam ke 11 (260H), Imam Mahdi (as) berumur 5 Tahun -  Ahli Sunnah menolak samada pada zaman Ghaibah Sughra (kecil) atau pada zaman Ghaibah Kubra (besar), dan hampir-hampir hanya Syiah yang lebih mengutamakannya dari mereka dalam menyebutnya (mengingatnya). Hingga Sekarang.

 

Itulah rentetan Penyelewengan Umat Islam terhadap Menolak Aushiak Rasulullah (sawas)

 

  

Thursday 27 May 2021

 

Penyelewengan Umat Islam Dari Jalan Yang Lurus

1. Penyelewengan (Tahrif) Dalam Al-Quran

2.Penetapan Syari’at berdalilkan (berlandaskan) ‘Akal

3. ‘Aqaid (Akidah-akidah)

4. Menolak Aushiak Rasulullah (sawas)

رابعاً: الإعراض عن أوصياء النبي) ص (

Pada kenyataannya, As-Sunnah telah menolak Imam-imam (Aimmah) (as), dan tidak menerima mereka dan tidak merujuk kepada mereka dalam al-Mutasyabihat.

Mengenai Imam Mahdi (as) mereka menolak samada pada zaman Ghaibah Sughra (kecil) atau pada zaman Ghaibah Kubra (besar), dan hampir-hampir hanya Syiah yang lebih mengutamakannya dari mereka dalam menyebutnya (mengingatnya).

WASHI     

Washi adalah seseorang yang dapat menunaikan seluruh urusan orang yang memberikan wasiat kepadanya, kecuali dalam urusan tertentu yang diwasiatkan kepadanya yang ia hanya memiliki hak untuk menunaikannya dalam masalah itu saja.

لِكُلٍّ نَبِيٍ وَصِيٌّ

Setiap nabi memiliki washi

Sejak Nabi Adam (as)washi-washi atau aushiak wujud dan hidup bersama nabi dan kemudian dilantik oleh Allah sebagai pemegang wasiat.

Telah diceritakan oleh Allah dalam Al-Quran anak-anak nabi selalu merebut lantikan washi yang dilantik oleh Allah. Cerita mudah Qabil membunuh Habil. Kerana Habil dilantik sebagai washi.

Sebab itulah cerita ini diselewengkan kepada perebutan Isteri

Yusuf washi Ya’qub (as) kerana lantikannya melalui mimpi Yusuf lalu hendak dibunuh oleh 10 saudaranya, paada hal mereka adalah anak-anak nabi Ya’qub.

Washi Nabi Muhammad (as), Ali rumahnya hendak dibakar dia sendiri diikat dan diheret ditanah dipaksa membai’ah jawatan yang dirampas darinya oleh para sahabat Rasulullah sendiri. Sedangkan mereka sendiri mendengar sejak dari tahun tahun-tahun awal kerasulan.

Ada terlalu banyak hadits dan fakta sejarah mengenainya.

 

1. Hadits Yaum Al-Dâr

Khilâfah Rasulullah (S) dan kepemimpinan umat Islam bukan merupakan sebuah masalah yang didiamkan oleh Rasulullah (S) hingga akhir hayatnya dan meninggal tanpa ada menjelaskan umat Islam dengan masalah kepemimpinan (imâmah) dan khilâfah.

1.Tatkala ayat

﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ اْلأَقْرَبِينَ﴾

Dan berikanlah peringatan kepada kerabat terdekatmu (QS. Asy-Syua’ara 26:214) turun pada tahun ketiga bi3-tsah, (kerasulan)

Baginda meminta Imam Ali (as)datang kepadanya dan bersabda,

Aku diperintahkan Tuhanku untuk mengajak para kerabatku kepada Islam. Siapkanlah makanan dan semangkuk susu, dan undanglah Bani Abdul Muththalib supaya aku dapat menjalankan tugas yang dipikulkan di pundakku kepada mereka.‛

Imam Ali (as) berkata: Aku mengundang seluruh Bani Abdul Muththalib yang jumlahnya lebih-kurang empat puluh orang.

Makanan yang telah disiapkan, aku hidangkan.

Mereka menyantap hidangan makanan dan meminum susu.

Akan tetapi, makanan dan susu yang ada tidak berkurang-kurang. Manakala Nabi (S) ingin menyampaikan pidato kepada mereka,

Abu Lahab berkata, ‘Muhammad telah melakukan sihir kepada kalian.’ Majelis pun bubar sebelum Nabi (S) menyampaikan pidatonya.

Pada keesokan harinya, Nabi (S) memerintahkan untuk mengundang mereka kembali dan menyiapkan makanan dan susu untuk mereka.

Ketika mereka telah berkumpul dan selesai menyantap hidangan, Nabi (S) angkat bicara dan bersabda, ’Wahai Bani Abdul Muththalib, Demi Allah, aku tidak mengenal seorang Arab yang membawa sesuatu yang lebih baik dari yang aku bawa kepada kalian.

Aku membawa sesuatu yang berharga bagi dunia dan akhirat kalian dan Tuhanku menitahkan kepadaku untuk mengajak kalian kepadanya (Islam).

Siapakah di antara kalian yang sedia membantuku dalam menjalankan tugas ini?

Aku (Ali) yang saat itu adalah orang yang paling muda di antara hadirin, berkata, ’Wahai Rasulullah! Aku siap membantumu dalam menjalankan tugasmu.’

Rasulullah (S) merangkul leherku dan bersabda, ’Inilah saudara, washi dan khalifahku di antara kalian. Dengarkanlah ia dan taatilah perintahnya.’

Pada saat-saat itu, seluruh hadirin berdiri dan sembari tertawa, mereka berkata kepada Abu Thalib, ’Keponakanmu memerintahkanmu untuk menaati Ali (anakmu).’‛[ [92]Kanz Al-‘Ummâl, jilid 13, hal. 131, hadis ke-36419 dan hal. 149, hadis ke-36465; Târikh Thabari, jilid 2, hal. 62.]

Menurut sebuah riwayat Rasulullah (S) mengulang tiga kali 93]

Thursday 20 May 2021

Kuliah 7: Ketiga, ‘Aqaid (Akidah-akidah)

ثالثاً: الـعقـائــد

Perselisihan (Khilaf) di antara ulamak Islam, Sunnah dan Syiah, dan lain-lain sangat meluas. As-Sunnah berpecah kepada Muktazilah dan Asy'ari [93], dan para ulamak yang tidak sependapat di antara mereka mewujudkan firqah, dan mungkin pertikaian utama antara mazhab Islam berkisar kepada pemerintah dan kepimpinan agama dan keduniaan selepas Rasulullah (sawas) bagi umat ini.

Kemudian khilaf menyeret kepada perbezaan aqaid (akidah-akidah) lain yang disebabkan oleh Syiah yang merujuk akidah mereka kepada Aushiak (أوصياء - pemegang-pemegang wasiat) Rasulullah (sawas) al-Ma'sumin (as), dan As-Sunnah merujuk kepada dalil-dalil aqliyah (kesimpulan akal) seperti yang mereka dakwa, dan ditentang oleh akal (pendapat) puak lain.

Ia juga berlaku dalam masalah al-Jabbar (penguasaan) dan at-Tafwidl (penyerahan) yang terjadi di mana perbezaan pendapat antara Ash'ari dan Mu'tazilah yang telah dijawab oleh (keluarga) Aali Nabi (sawas) bahawa:

: (لا جبر ولا تفويض، ولكن أمر بين أمرين)

(Tidak Jabbar tidak tafwid (tidak hanya tertakluk pada Kuasa Khaliq atau penyerahan makhluk semata-mata), tetapi antara kedua perkara ) (tidak penguasaan tidak penyerahan, tetapi antara dua perkara ) [94].

Atau pada masalah kewujudan Al-Quran makhluk, yang digunakan pemerintah Kuffar Bani Abbas untuk menyelinap di dalam darah orang Islam dan membantu mereka pada sebahagian Imam-imam sesat pengikut Samiri. [95].
Maka datang ahli Quran Aali Nabi Al-Mustafa bahawa Al-Quran adalah Kalam Allah bukan lain daripada itu [96], untuk membolehkan orang ramai berfikiran ala syaitan yang menyesatkan dan sia-sia, sebaliknya hanya suka pada penampilan dan ketinggian untuk mencari gelaran dunia.

Juga terjadi perselisihan yang luas dalam Tauhid Al-Khaliq (Pencipta) Yang Maha Suci dan sifat-sifat -Nya, atau yang dikenali sebagai (Ilmu Kalam) itu.

Pada hakikatnya bahawa Ilmu Kalam hanyalah satu lagi bentuk falsafah pengembaraan (peripatetik) Yunani atau dalil-dalil (petunjuk-petunjuk), sesiapa yang mengikut falsafah Yunani purba tahu bahawa kedua-duanya adalah jalan utama, walaupun kedua-dua mencari kepada asal wujudnya:

Pertama: Inferensi (berdadasar iktibar –kesimpulan) . Atau apa yang dikenali sebagai “al-masyaei”, bergantung kepada dalil-dalil akal.

Kedua: Penyeliaan (pengawasan). Dan bergantung kepada sifat-sifat diri daripada akhlak (tabiat) buruk, dan dengan itu manusia layak untuk dialu-alukan untuk menerangi dirnya sendiri.

Sarjana Islam telah dipengaruhi oleh falsafah al-masyaei Yunani selepas menterjemahnya dan ditulis semula setiap perkiraan mengikut apa yang dia percaya (iktikadkan) . Dan mula menunjukkan apa yang dikenali sebagai (falsafah Islam al-masyaeiyah) atau (الاستدلالية – dalil-dalil akal), yang berasal dari Ilmu Kalam, yang mencari wujud Pencipta dan Tauhid dan sifat sifatNya. Dan mungkin digunakan untuk mencari Keadilan dan Akhirat dan nubuwah dan Imamah (kepimpanan) dan lain-lain .

Apa yang dipanggil (Ilmu Kalam) adalah membahaskan –keadaan wujud yang Maha mulia lagi Maha Suci, Maka biasanya dengan huruf Alif dan Lam membawa sifat-sifat, yang memungkinkan mereka mahu mengatakan bahawa ilmu ini menyelia kata-kata, dan wa Allahu a’lam .

Dan bagi Ilmu Kalam atau bagi ulamak Islam yang berjuang dalam falsafah Yunani memainkan peranan besar dalam permusuhan yang memecahkan orang-orang Islam, sehingga membuat tuduhan dengan mengkafirkan satu sama lain, dan setiap firqah telah menjadikan ulamak mendahului ayat-ayat Al-Quran mengikut hawa nafsu mereka untuk bersetuju dengan peraturan falsafah atau cara berfikir yang mereka percaya. Maka mereka jadikan diri mereka imam-imam (yang memimpin) Al-Kitab bukan Al-Kitab yang memimpin (mengimamkan) mereka, dan mendahului Al-Kitab selepas mendahului Al-‘Itarah [97], maka tersesatlah mereka..

Iaitu sesat selepas berpaling daripada wasiat Rasulullah (sawas) terhadap Hadits Tsaqalain (dua perkara berat) yang terkenal tetapi kaum tidak mempercayai kedua-duanya [98] ).
      
Sesungguhnya umat Islam telah menyia-nyiakan kebenaran yang nyata dan mengikuti mereka yang tidak berfaedah kepada mereka melainkan kerugian belaka kerana mereka tidak kembali kepada Rasulullah (sawas) dan pergantungan mereka pada dalil-dalil 3aqliyah (perbahasan) dan Falsafah Yunani atau Ilmu Kalam yang bersandarkan kepadanya dan yang berasal darinya, dengan itu dalam falsafah banyak yang menyesatkan dan banyak kesilapan-kesilapan dan perbahasan-perbahasan, dan kita katakan yang ia tidak akan berakhir, yang kebanyakannya tidak lebih daripada cakap-cakap yang sia-sia, dan tidak ketinggalan bahawa ia tidak berguna atau tidak memberi hasil kepada ilmu dan amal.

Dan kebenaran (al-haq) itu bukan dari kita - dan kita telah menanam benih-benih dalam kata-kata itu, dan tidak ramai daripada kita beruntung mempunya akal cemerlang selain dari mempunyai lindungan (bayangan) – bercakap mengenai Kebesaran Al-Haiy, Al-Qaiyum (Yang Hidup dan Berdiri dengan Sendiri) keadaan diriNya, melainkan dengan had-had yang dibawa di dalam Al-Quran dan Hadits Nabi (sawas) dan Keluarga SuciNya (as), adalah dari Allah SWT dan ucapannya (sawas) itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Telah diberitahu maknanya  oleh Mulla Sadra (rahimahu Allah) dalam Al-Syawahid Al-Rububiyah.

Dan supaya mereka mengetahui bahwasanya orang-orang berselisih (khilaf) adalah mereka yang mendakwa mereka berhujah dengan akal, jika mereka berakal pada hakikatnya apa yang hendak diperselisihkan; kerana akal itu satu, ia adalah hak yang utama dari anak Adam yang diperlukan untuk mencapainya, dengan akal dirinya akan mengenal Tuhannya, tidak semua yang berilmu menafikannya. Firman Yang Maha Tinggi:

﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلاً ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخاً وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلاً مُسَمّىً وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ﴾


Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya). [S Ghafir 40:67]  [99].         

Ada pun apa yang dikongsi oleh semua anak-anak Adam adalah bayangan fikiran, atau jiwa manusia bukanlah akal pada hakikatnya. Jiwa ini wujud dalam alam Malakut, dan ia adalah alam Mutanafiat (Penafian) sepenuhnya sama seperti alam syahadah, melainkan ia (alam syahadah) hanya benda semata-mata.

Kata Al-Mustafa (sawas) yang bermaksud: (Kalaulah Syaitan-syaitan tidak memperdulikan hati anak Adam, nescaya akan diperlihatkan kerajaan-kerajaan di Lelangit (al-Malakut al-Samawaat) [100], Iaitu jika anak Adam ikhlas kerana Allah nescaya akan diperlihatkan kerajaan-kerajaan di Lelangit (al-Malakut al-Samawaat), dan disebabkan yang menyahut merupakan cahaya akal, maka manusia mampu untuk mengenali banyak peraturan di alam benda-benda (dunia), dan mungkin sesuatu dari alam Malakut, tetapi tidak dapat untuk mengenal alam akal; kerana ia hanya mencapainya. Tidak akan mencapai hanya hamba yang ikhlas kerana Allah yang dijawab doanya (diterima) selepas itu ia pergi dan menanamkan di alam benda-benda (dunia) [101], apabila kita tahu bahawa mengenal kesilapan ini bagi orang-orang yang mendakwa akallah permulaannya bagi setiap anak-anak Adam, kemudian membuat undang-undang (mensyariatkan) selain Syariat Yang Maha Suci dari ayat-ayat kebesaran aqal, mahukah Pencipta kita mencipta alam aqal yang tidak suci selain muqarrabun),

﴿كَلَّا إِنَّ الْأِنْسَانَ لَيَطْغَى * أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى * إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى﴾
              
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, * karena dia melihat dirinya serba cukup.* Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu). [Al-3alaq 96:6-8]  [102],

Walaupun apa yang didakwa akalnya tidak lain selain bayang baginya dan bentuk rupanya yang berbeza-beza pada cermin yang menggambarkannya dan pada diri yang terbit padanya, dalam jiwanya terukirlah imej cermin tersebut, Amirul Mukminin Ali (as) berkata: (Dan akan bersungguh-sungguh dalam mensucikan bumi (dunia) ini dan menterbalikkan peribadi cerminan dan yang separuh itu sehingga keluar mutiara dari hasil yang digemarinya.) [103].

Dari sana, maka jika dipersetujui sepuluh perkara tertentu, maka yang tidak bersetuju pun sepuluh orang juga, walaupun mereka kembali (rujuk) kepada perbendaharaan Tauhid Muhammad dan Ali dan keluarga mereka (as) dan dan mempelajari kata-kata mereka secara perlahan dan cermat, supaya kata yang benar yang menjadikan Ilmu Kalam dalam Islam yang berdasarkan al-Quran dan Sunnah yang betul dari Nabi dan keluarga sucinya (sawas). Tiada apa yang salah dalam perbahasan (dalil-dalil) akal dengan bersandar dan mengenengahkan akidah (ajaran) Islam berasal dari Al-Quran dan Sunnah yang sahih.

Diriwayatkan bahawa Imam Al-Shadiq (as) berkata kepada Yunus bin Ya’qub "Aku mahu dari kamu wahai Yunus untuk melakukan yang lebih baik di dalam perbahasan.” Maka Yunus berkata kepadanya: “Aku jadi tebusanmu, aku mendengar tuan melarang perbahasan dan berkata, celakalah orang-orang . yang berbahas. Tuan telah berkata:. orang ini taat dan orang ini tidak taat, kepada orang ini mengikut dan orang ini tidak mengikut dan bahawa kami tidak boleh memahaminya.” Abu Abdillah (as) berkata: “dan aku katakan, celaka kepada mereka jika mereka meninggalkan kata-kataku dan melakukan perkara yang bertentangan dengannya.... “) [104].

Imam Shadiq (as) berkata: (Mereka berhujah dengan kata-kataku, maka sesungguhnya hujjaj kamu, maka akulah sebagai penghujjah.) [105].

Ash-Shadiq (as) berkata: (Sesiapa yang mengambil agamanya dari mulut seorang lelaki, lelaki itu boleh mengalihnya (mengubah), dan Sesiapa yang mengambil agamanya dari Al-Quran dan Sunnah gunung pun tidak boleh mengalihnya) [106].

Beliau (as) berkata: (Sesiapa yang bertaqlid , maka sesungguhnya dia ditipu dalam agama yang rosak binasa, sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman:

﴿اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِنْ دُونِ اللَّهِ﴾

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah [Surah Taubah 9:31] [107],

Maka demi Allah tiada apa pada solat bagi mereka, tidak juga puasa, tetapi kerana mereka menjatuhkan sendiri yang dilarang kepada mereka dan mereka mengharamkan yang halal, dan mereka bertaklid (meniru, menurut) pada yang diabdi atau disembah (yang menipu dan memalsukan) dan mereka tidak menyedarinya ) [108].

Beliau (as) berkata: (Sesiapa yang menjawab (menyahut) dari yang berbicara adalah hambanya, maka yang (menyahut) perbicaraan dari Allah akan menjadi hamba Allah, dan sesiapa yang (menyahut) perbicaraan dari syaitan menjadi hamba Syaitan) [109].

Adapun Irfan (Tasauf) dalam Islam, sebahagian mereka telah merujuknya kepada falsafah pencerahan Yunani, itulah Irfan yg difahami di sisi Syiah dan Sunni hari ini. 

Dikatakan bahawa yang pertama sekali mengkaji tentang Irfan adalah Ibnu Arabi (Ibnu 3arabi)  atau ulamak lain dari Ahlussunnah. 

Hakikat Irfan (Tasauf) yang difahami mereka amat salah dan amat bercanggah, yang tidak seharusnya dilakukan oleh setiap orang yang ingin mendalami agama-agama Allah dan syariat-syariat dari langit. Ini kerana jalan Irfan atau beramal untuk mengenal Allah hanya didatangkan melalui para Nabi (alaihimu solatu wasalam). Bahkan ianya adalah fitrah yang ditetapkan dalam diri setiap insan, sebagaimana firmanNYA: 

﴿سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ﴾

“Kami akan perlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di merata-rata tempat dan pada diri mereka sendiri, sehingga ternyata jelas kepada mereka  sesungguhnya yang Haq (kebenaran) (Fussilat:53), [110]

Dan firmanNYA lagi:

﴿وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ * وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلا تُبْصِرُونَ ﴾

”Dan pada bumi ada tanda-tanda bagi orang-orang yang yakin, * Dan juga pada diri kamu. Maka mengapa kamu tidak mahu melihat?” (Al Zariyyat: 20-21). [111]

Maka tanda-tanda itu ada dalam diri-diri yang menyucikan diri mereka. Dan pada alam yang terbentang luas ini bagi mereka yang ingin berdalilkan akal dan mensucikan diri mereka. Sepertimana Nabi (sawas) dan Aushiak (a.s) mengingatkan orang mukmin dalam banyak hadits tentang jalan ini dan kepentingan beramal dengannya, tanpa berkompromi dalam perlaksanaan syariat, samada ianya wajib, sunat, haram dan makruhnya. Itu adalah satu- satunya cara untuk sampai kepada Allah, dan bukannya dengan lafaz-lafaz, istilah-istilah dan kebohongan-kebohongan sebahagian mereka yg menulis tentang Irfan (Tasauf), yang mereka namakan mujahadah-mujahadah yang Allah tidak turunkan sebarang kuasa (hak) padanya.

Makrifat Allah hanya dapat disempurnakan dengan penyucian diri, dan penyucian diri tidak dapat disempurnakan melainkan dengan perlaksanaan syariat dan zuhud pada dunia, menginfakkan diri di jalan Allah dan menghias diri dengan akhlak yang mulia, kecintaan dan kebencian kerana Allah, bersusah payah pada zat Allah dan memusuhi orang-orang kafir serta munafik, dan berbelas ihsan sesama mukminin, sebagaimana firman Allah Taala:

﴿اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لا شَرْقِيَّةٍ وَلا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴾

”Allah Nur (yang menerangi) langit dan bumi. Bandingan nur (hidayat petunjuk) Allah adalah sebagai sebuah "misykaat" (relung cahaya) yang ada sebuah lampu; lampu itu dalam geluk kaca (qandil), geluk kaca itu pula (jernih terang) laksana bintang yang bersinar cemerlang; lampu itu dinyalakan dengan minyak dari pokok yang banyak manfaatnya, (iaitu) pokok zaitun yang bukan sahaja disinari matahari semasa naiknya dan bukan sahaja semasa turunnya; hampir-hampir minyaknya itu dengan sendirinya memancarkan cahaya bersinar walaupun ia tidak disentuh api; cahaya berlapis cahaya. Allah memimpin sesiapa yang dikehendakiNya kepada nur hidayatNya itu dan Allah mengemukakan berbagai-bagai misal perbandingan untuk umat manusia dan Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu." (Al Nur: 35).[112]

والحمد لله وحده،

Dan Segala puji tertentu bagi Allah semata-mata,

﴿وَيُحِقُّ اللَّهُ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ﴾

“Dan Allah juga sentiasa menetapkan perkara yang benar dengan kalimah-kalimah perintahNya, walaupun dibenci oleh orang-orang yang melakukan dosa.” (Yunus: 82) [113]